Gagal dapat subsidi dari Microsoft

JAKARTA (Bisnis): Awari minta anggotanya gunakan open source, Awari mendesak seluruh anggotanya menggunakan sistem operasi open source guna menghindari terjadinya pelanggaran hukum hak cipta sekaligus mengembangkan kreativitas penggunanya setelah gagal mendapatkan subsidi khusus sistem operasi dari Microsoft.
Judith MS Lubis, Ketua Presidium Asosiasi Warnet Indonesia (Awari), mengatakan langkah itu ditempuh setelah perusahaan software proprietary asing dinilai kurang memberikan dukungan dalam pengadaan peranti lunak murah berlisensi kepada warnet.

"Penggunaan open source di warnet merupakan alternatif terbaik terutama untuk mendukung penerapan UU Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Awari dan Microsoft Indonesia sudah berunding namun tidak menemui kesepakatan soal subsidi khusus kepada warnet dengan menyediakan sistem operasi murah," ujarnya kepada Bisnis kemarin.

Hingga saat ini belum ada skema yang tepat Awari dan perusahaan asal AS tersebut. Perbedaan kebijakan antara Microsoft Indonesia dan AS menjadi sebab kendalanya.

Menurut Judith, anggota Awari yang berjumlah sekitar 2.548 warnet dihimbau untuk tidak menggunakan program bajakan dan mengaplikasikan open source pada warnetnya agar tidak terkena tuntutan hukum.

"Saat ini sekitar 30% warnet di seluruh Indonesia telah menggunakan sistem operasi terbuka pada komputernya," tuturnya.

Berkaitan dengan kekuatiran pengurangan jumlah pengunjung warnet, Judith mengemukakan penggunaan open source tidak akan mempengaruhi jumlah pengunjung.

Tak perlu khawatir

Penggunaan sistem operasi komputer hanyalah masalah kebiasaan. Bila tiap pengelola warnet dilatih dan dididik untuk menggunakan open source, lanjutnya, kekhawatiran tersebut tidak perlu ada.

"Pengelola warnet bisa memberikan pelatihan open source kepada pelanggan sehingga penggunaannya makin meningkat sekaligus bisa mendidik masyarakat menggunakan software legal," katanya.

Hal ini, menurut Judith, terlihat pada beberapa warnet di Bandung yang dinilai tidak menemui masalah berarti meski menggunakan Linux pada sistem operasi komputernya bahkan bisa lebih mendekatkan ke pelanggan.

Adi Nugroho, praktisi Internet dari Internux, mengatakan kebanyakan warnet tidak berani menggunakan open source karena beberapa hal.

"Umumnya ketakutan itu berupa kekhawatiran bila pelanggan kurang mampu menggunakan Linux sehingga dapat mengurangi jumlah pengunjung," ujarnya.

Padahal, pengguna akhir hanya memerlukan pengolah kata, Internet browsing, chatting, mail, dan print.

Menurut Adi, pengguna akhir tidak perlu sampai ke level penyetingan sistem operasi seperti setting printer, networking, dan lainnya."Karena hal itu menjadi tugas dan wewenang pengelola warnet."

Selain itu, tambahnya, pemilik warnet kadang takut akan perintah-perintah console seperti mount, cp, dan lainnya.

"Kekuatiran itu tidak beralasan, sebab saat ini Linux tidak lagi menggunakan perintah console, melainkan graphical user interface seperti Microsoft Windows yang mempermudah penggunanya," tuturnya.

Adi menambahkan tampilan Linux juga tidak terlalu jauh berbeda dengan Windows, bahkan bisa diubah sesuai keinginan.

"Pengguna bisa mengubahnya menjadi Unix menggunakan KDE atau GNOME, sedangkan penggatian tampilan seperti Windows 95 bisa menggunakan qvwm.

Selanjutnya dia mengungkapkan pemerintah perlu menegakkan hukum untuk mengatasi pembajakan software. Saat ini, lanjut Adi, mayoritas pengguna komputer di Indonesia menggunakan peranti lunak bajakan.

"Warnet perlu memberikan contoh dalam hal penggunaan software legal kepada masyarakat luas," katanya. (02)

 

sumber: