Ekspor Timah Batangan Diperketat

Laporan Wartawan Kompas Lusianus Andreas Sarwono PANGKAL PINANG, KOMPAS--Mulai tanggal 23 Februari mendatang pemerintah akan memperketat ekspor timah batangan sesuai dengan masa berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 04/2007 tentang Ketentuan Ekspor Timah Batangan. Salah satu hal pokok yang dipersyaratkan, setiap perusahaan yang hendak melakukan ekspor timah harus mendapat pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar (ET) timah batangan oleh Direktur Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Untuk dapat diakui sebagai ET timah batangan, pasir timah yang digunakan harus berasal dari Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi yang sah, memiliki bukti pelunasan royalti, dan produk mengandung kadar timah minimal 99,85 persen. Pemerintah juga menunjuk PT Surveyor Indonesia dan PT Sucofindo sebagai badan verifikasi terhadap seluruh ketentuan yang dipersyaratkan. Direktur Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida memaparkan hal ini dalam Sosialisasi Peraturan Ekspor Bahan Galian Golongan C, Timah Batangan dan Verifikasi, di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka-Belitung (Babel), Senin (29/1). Turut hadir sebagai narasumber: Deputi II Menko Polhukam Mayjen TNI Romulo Simbolon, Direktur Direktorat Teknik dan Lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Witoro Soelarno, Gubernur Babel Hudarni Rani, Wakil Gubernur Babel Suryadi Saman, dan Kepala Polda Babel Komisaris Besar Imam Sudjarwo. \"Tujuan utama adanya peraturan ini adalah menekan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Selain itu juga meningkatkan nilai tambah bagi negeri kita sendiri. Ekspor timah batangan sebelumnya bebas kini diatur, sedangkan pasir laut, pasir darat, tanah, dan top soil sudah sama sekali dilarang untuk diekspor,\" ujar Diah. Sedangkan untuk syarat penggunaan merek dagang sendiri dan harus dilengkapi dengan letter of credit (L/C) seperti yang dipersyaratkan Gubernur Babel dalam mengeluarkan izin operasional smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian) timah, tidak tercantum dalam Permendagri 04/2007. Karenanya, Diah meminta agar Pemprov Babel merevisi ketentuan tersebut. Witoro menambahkan pengelolaan pertambangan sejak 2001 mengalami kekacauan yang menyebabkan menurunnya manfaat dari timah dan kerusakan lingkungan yang tak terkendali. Sedangkan timah merupakan logam minor di mana Indonesia memiliki cadangan yang cukup besar di dunia. “Tetapi Indonesia sebagai produsen timah terbesar di dunia tidak memperoleh manfaat optimal. Yang mendapatkan untung justru Singapura, Thailand, China, dan Malaysia. Negara dirugikan lebih dari 10 juta dollar AS karena tidak dibayarnya royalti,” ujar dia. Kepala Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Babel Zulbachri Zakir menyambut baik adanya peraturan tersebut namun ia meminta agar tidak tumpang tindih dengan peraturan timah yang sudah ada. Saat ini pemerintah hanya menghitung nilai kerugian yang dialaminya, sedangkan kerugian pengusaha akibat tumpang tindihnya peraturan yang dibuat oleh pemerintah tidak pernah diperhatikan. “Peraturan mengenai ekspor timah saat ini diatur oleh pemerintah pusat. Apakah itu tidak bertentangan dengan prinsip otonomi daerah padahal timah juga sudah tidak termasuk dalam komoditas strategis. Lalu bagaimana dengan ketentuan ekspor material ikutan timah seperti zircon dan bubuk silikon? Ini belum diatur dalam Permendag ini,” ujar dia.

sumber: