Ekspor Pasir Laut Belum Jelas

 

PEKANBARU(Riau Pos, 25 Maret 2004)- Rapat pleno Tim Pengendali dan Pengawas Pengusahaan Pasir Laut (TP4L) yang akan memutuskan dibuka atau tidaknya usaha penambangan pasir di Wilayah Riau makin tak jelas. Rapat yang semula dijadwalkan bulan ini, akhirnya harus tertunda sampai waktu yang tidak ditentukan, karena terkait kesibukan dalam pelaksanaan Pemilu 2004.

Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, Prof Dr Widi A Pratikto juga tidak bisa memberi prediksi jadwal digelarnya rapat pleno tersebut. ‘’Entahlah saya juga tak tahu kapan. Mungkin hanya Tuhan yang tahu,’’ ujar Widi A Pratikto menjawab wartawan seusai melakukan sosialisasi hasil kerja sub Pokja I TP4L yang diketuainya di hadapan pejabat dinas instansi terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau di kantor gubernur Riau, Selasa (10/3).

Menurut Widi, ekspor pasir laut dihentikan sementara. Kegiatan ini akan ditinjau ulang setelah selesainya tatabatas wilayah laut RI-Singapura serta tersusunya program pelestarian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil-sesuai dengan KepMen Perindag No.117/MPP/Kep/2/2003.

‘’Jadi selama batas wilayah laut RI-Singapura belum duduk, dan program pelestarian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil tersusun, maka tidak mungkin peninjauan ulang penambangan pasir dilakukan,’’ujar Widi.

Hal yang sama juga disampaikan sebelumnya oleh ketua harian TP4L, Rokhmin Dahuri menjawab wartawan di DPRD Riau, baru-baru ini.
Menyinggung bidang tugasnya di sub pokja I TP4L, Widi mengatakan bahwa sesuai dengan hasil keputusan TP4L melalui rapat pleno ,aka sub pokja I ditugasi untuk mempersiapkan materi zonasi dan Community Development (CD).

Melalui program zonasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir, Sub Pokja-I telah melakukan kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi negeri untuk melakukan beberapa kajian,  seperti dampak hidro-oseanografi, dampak sososial -ekonomi, dan pemetaan potensi sumberdaya pesisir.

Sedangkan mengenai zonasi untuk wilayah pesisir laut Riau meliputi Kabupaten Karimun, Kota Batam, dan Kabupaten Kepulauan Karimun-sebagaimana ditetapkan dalam Kep-Men. Kelautan dan Perikanan No,Kep.33/Men/2002.

Harus dimengerti, kata Widi, bahwa zonasi adalah untuk wilayah perairan yang sudah terdapat perizinan konsesi pertambangan (KP) pasir laut. Ini dimaksudkan untuk mengendalikan KP-KP yang ada dengan mengklasifikasikan wilayah perairan kedalam zona-zona dilarang tambang, masih boleh tambang tetapi dengan syarat dan boleh tambang tanpa  syarat.

Zonasi ini harus perlu memperhatikan dan memprioritaskan segi pengamanan. Ada beberapa hal yang perlu mendapat prioritas pengamanan. Prioritas pertama, yang termasuk dalam zona perlindungan/dilarang tambang yakni, mengamankan kawasanperlindungan
ekosistem pesisir laut (terumbu karang). Infrastruktur penting (kabel dan pipa dasar laut, bangunan keselamatan pelayanan, dll).

Prioritas kedua, zona boleh tambah dengan syarat yaitu kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan publik atau orang banyak, dan untuk alasan keselamatan/keamanan seperti wisata bahari, perikanan, pelayaran, zona latihan TNI AL.

Sementara itu Gubernur Riau, HM Rusli Zainal, SE masih tetap dengan pernyataannya beberapa waktu lalu yakni  pemerintah provinsi Riau mengharapkan perlu ditetapkannya suatu evaluasi zonasi  dan menetapkan prioritas bagian yang harus dikonservasi.

Disamping itu, yang tak kalang penting mendapat perhatian adalah keselamatan lingkungan dan biota laut.  Artinya, jika penambangan itu berdampak lebih besar terhadap rusaknya lingkungan dan mengganggu biota laut, maka pemerintah tidak akan merekomendasikan dibukanya kembali usaha penambangan pasir di daerah ini.

Sebaliknya, jika penambangan itu  lebih besar manfaatnya terhadap kemaslahatan umat dibanding kerusakan yang ditimbulkannya, maka bukan tidak mungkin penambangan pasir dibuka kembali. ‘’Toh, pasir itu adalah anugerah dari Allah SAW untuk manusia. Kalau tidak dimanfaatkan, tentu akan mubazir,’’ujar gubernur.(


Pemprov Tidak Apriori Soal Penambangan Pasir Laut

 

PEKANBARU (RP) - Kontroversi jadi tidaknya penambangan pasir laut dibuka kembali, setakat ini belum berujung. Di satu sisi mencuat informasi tentang dampak negatif dari aktivitas penambangan ini, kerusakan lingkungan dan ekosistem laut, namun di sisi lain banyak pula pihak menginginkan penambangan pasir dapat dibuka lagi.

Menyangkut hal ini, Gubernur Riau HM Rusli Zainal dengan tegas mengatakan, pada prinsipnya Pemerintah Provinsi Riau tidak  apriori. Tapi menurutnya, perlu dilakukan kajian-kajian mendalam dari berbagai sisi pandang terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan ditimbulkan oleh penambangan ini.

‘’Kita juga tidak apriori dulu terhadap keinginan penambangan pasir laut ini. Kalau memang itu tidak menjadi beban bagi masyarakat dan daerah ini,’’ ungkapnya saat membuka sosialisasi hasil kerja Sub Pokja I Tim Pengendali Penambangan dan Pengusahaan Pasir Laut (TP4L), Rabu (10/3) di ruang kuning Kantor Gubernur Riau.

Sebaliknya kata Gubri, bila aktivitas penambangan tersebut terbukti membahayakan atau bahkan merusak lingkungan/ekosistem dan biota laut yang pada giliran akan berimbas kepada kehidupan masyarakat, tindakan ini tidak akan diperkenankan. ‘’Kalau terbukti membahayakan, kita juga tidak akan memberikan kesempatan bagi berjalannya aktivitas penambangan ini,’’ ujarnya.

Hadir pada kesempatan ini para kepala dinas terkait di lingkungan Pemprov Riau, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kalangan akademisi dari Unri dan pengamat lingkungan. Bersama Gubri juga tampak Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kalautan dan Perikanan (DKP) Prof Widi A Pratikno, didampingi Direktur Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Purianto H Jaiz SH.

Ditambahkan Gubri, sangat tidak tepat kalau penambangan pasir laut hanya dilihat dari segi keuntungan ekonominya saja. Itu pun menurutnya, hanya memberikan keuntungan kepada pihak-pihak tertentu. Tapi sekarang ini, selain keuntungan ekonomi dampak negatif yang ditimbulkan akibat aktivitas ini juga harus menjadi pemikiran bersama.

Maka dari itu, katanya, semestinya apa pun yang diusahakan hendaknya berorientasi kepada upaya mensejahterakan masyarakat banyak. ‘’Kalau hanya keuntungan ekonomi yang menjadi pertimbangan, itu sangat tidak tepat. Kita harus berupaya bagaimana usaha tersebut berorientasi atau bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat Riau,’’ paparnya.

Oleh karenanya, Gubri menyambut baik dilaksanakannya sosialisasi tentang hasil kerja Sub Pokja I TP4L, dimana tim ini lahir sesuai dengan Keppres nomor 33 tahun 2002. Ia berharap, melalui sosialisasi tersebut akan dihasilkan rumusan-rumusan pemikiran cemerlang dalam upaya menyatukan visi dan persepsi terhadap aktivitas
penambangan pasir laut tersebut, khususnya di Riau.


Gubri menambahkan, dalam hal ini Pemprov Riau sudah berketatapan bahwa saat ini perlu ditetapkan zonasi-zonasi penambangan ini yang tetap berorientasi kepada tata ruang. ‘’Bagian mana atau zonasi mana yang harus dijaga, baik itu terkait imbasnya dengan masyarakat sekitar ataupun biota laut dan mana pula yang bisa dijalankan aktivitas tersebut. Kalau memang ternyata ada zona yang tidak memungkinkan, secara tegas harus pula diputuskan untuk tidak diberi rekomendasi melakukan penambangan,’’ katanya.

Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DKP Widi A Praktikno menyebutkan, memang benar selama ini ada isu bahwa kegiatan penambangan/pengusahaan pasir laut dikhawatirkan akan berdampak kepada kerusakan ekosistem pesisir laut, pulau tenggelam, perubahan proses hidro-oseanografi dan terancamnya kehidupan masyarakat nelayan setempat. Maka dari itu katanya, diperlukan kajian-kajian mendalam dan komprehensip tentang masalah ini.

Sub Pokja I menurutnya, merupakan bagian dari TP4L yang dikhususkan pada pengkajian masalah zonasi dan pemberdayaan masyarakat (community development/CD). Sementara tiga sub-pokja lagi juga diberi tugas untuk mengkaji persoalan ini dari sudut pandang yang lain. ‘’Yang sekarang akan disosialisasikan adalah hasil kerja Sub-Pokja I tentang zonasi dan CD. Ini merupakan hasil kerjasama dengan perguruan tinggi dalam beberapa kajian,’’ jelasnya.

Menyinggung tentang zonasi wilayah pesisir laut Riau, Widi mengatakan, sesuai dengan Kepmen Kelautan nomor 33/MEN/2002 disebutkan, zonasi diperuntukan bagi wilayah perairan yang sudah terdapat perizinan Konsesi Pertambangan (KP) pasir laut. Menurutnya, ini bertujuan untuk mengendalikan KP-KP yang ada dengan mengklasifikasikan wilayah perairan menjadi zona-zona dilarang tambang, masih boleh tambang dengan syarat dan boleh tanpa syarat. ‘’Disinilah diperlukan zonasi tersebut,’’ ujarnya

 

sumber: