Ekspor Pasir Dilarang
Ekspor Pasir Dilarang
- Pengusaha kebingungan
- Hindari kerusakan alam
Selasa, 06 Februari 2007 02:06 Banjarmasin, BPost
Pemerintah lewat Peraturan Menteri Perdagangan RI No 02/M-Dag/Per/1/2007 telah melarang ekspor pasir, tanah dan top soil, termasuk tanah tanah pucuk dan humus.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel, Drs H Subardjo dalam Sosialisasi Peraturan Ekspor Bahan Galian Golongan C dan Verifikasi di Hotel Palm, kemarin mengatakan, apabila pengusaha tetap melakukan ekspor meski sudah keluar peraturan ini, maka akan dijerat hukum pidana.
"Selain itu izin ekspornya akan dibekukan, karena mereka telah merugikan negara. Nah, sebelum itu terjadi maka dilakukan sosialisasi kepada para pengusaha dan instansi terkait seperti Sucopindo, Bea dan Cukai dan Dinas Perindustrian tiap kota dan kabupaten sangat perlu dilakukan," kata Subardjo.
Untuk pasir zircon sebenarnya berasal dari Kalimantan Tengah yang diekspor melalui pelabuhan Banjarmasin. Selama tahun 2006 jumlah ekspor mencapai 539,038 ton dengan nilai sebesar 14,07 juta dolar AS.
Semenjak digulirkannya pelarangan ekspor ini, produsen atau eksportir pasir zircon galau, karena mereka menafsirkan berbeda-beda tentang peraturan tersebut. "Ini hanya masalah penomoran kode HS antara HS 2505 untuk semua jenis pasir sedang HS 2615 untuk pasir zirconium," kata dia.
Oleh karena, papar dia, melalui sosialisasi ini dapat ditentukan mana yang termasuk pasir dan mana yang termasuk zircon, sehingga kami sebagai pelaksana operasional tidak terdapat keraguan untuk melalukan pelaranggan.
Ir Sri Wiranti, pejabat dari Departemen Energy dan Sumber Daya Mniral RI mengatakan, dilarangnya ekspor pasir ini berkaitan dengan NKRI, karena pasir yang diekpor ke Singapura digunakan untuk memperlebar luas wilayah negara tersebut.
"Dari pasir Indonesia itu, Singapura berhasil memperpanjang bibir pantainya sejauh 12 kilometer, selain itu banyak pulau di Kepulauan Riau yang tenggelam karena pasirnya telah diambil," kata dia. Dengan pelarangan ini, lanjutnya, diharapkan kerusakan alam di Indonesia bisa diminimalisir.
Sementara itu Ir Abdul Rahman AI, Direktur PT Gebrina Suakarsa, eksportir pasir mengatakan, yang bermasalah bagi pengusaha adalah sosialisasi di tingkat pemerintahan, baik itu di Dinas Industri dan Perdagangan atau di Bea dan Cukai, sehingga mereka ragu untuk menentukan klasifikasi pasir mana yang dilarang atau tidak.
"Akhirnya semua pasir mereka larang," kata dia.
Dengan pelarangan ini, ucap Rahman, telah merugikan eksportir, karena pasir yang diambil dari masyarakat menumpuk sehingga kostnya menjadi tinggi. tri
Warga yang biasa mengambil untung dari menggali pasir atau perusahaan yang biasa mengekspor galian C ke luar negeri, siap-siap gigit jari. Pasalnya pemerintah telah melarang ekspor komoditi ini untuk ke luar negeri. sumber: