Ekspor Batu Bara Kalsel Merosot
BANJARMASIN--MIOL: Ekspor komiditas hasil tambang batu bara Kalimantan Selatan, periode triwulan III 2006, menurun hingga 20 persen. Penurunan ini dipengaruhi merosotnya harga minyak di pasar dunia.
"Perkembangan ekspor Kalimantan Selatan pada triwulan III 2006 menurun 20,74 persen. Penurunan ekspor tersebut disebabkan penurunan ekspor komoditas hasil tambang batu bara," kata Kepala Bidang Sistem Pengembangan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Banjarmasin, Tan Tan Heroika, Senin (13/11), dalam pemaparan Kajian Ekonomi Regional Kalsel, di Banjarmasin.
Sebagian besar ekspor Kalsel selama ini, didominasi komoditas pertambangan batu bara. Penyebab penurunan ekspor batubara ini, antara lain pengaruh merosotnya harga batu bara yang dipengaruhi penurunan harga minyak di pasar dunia.
Ekspor batu bara Kalsel, triwulan II 2006, US$644 juta, dan menurun menjadi, US$540 juta. Sedangkan di daerah, kondisi pendangkalan alur Sungai Barito dicurigai menjadi salah satu penyebab tersendatnya distribusi angkutan batu bara untuk ekspor.
Demikian juga realisasi investasi yang didominasi sektor pertambangan dan perkebunan, mengalami penurunan. Untuk investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada triwulan III hanya Rp83,3
miliar, lebih rendah dibanding periode sebelumnya Rp111,8 Miliar.
Sedangkan investasi Penanaman Modal Asing, terlihat lebih baik, mencapai US$67 juta, dibanding triwulan sebelumnya tanpa ada realisasi investasi.
Saat ini, harga batu bara di pasar dunia untuk kalori rendah berkisar antara US$23-US$25 per ton, menurun dari kisaran harga US$26-US$27. Demikian juga untuk batu bara kalori tinggi menurun dari US$46-US$47 menjadi US$42-US$43 per ton.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambangan Rakyat (Aspera) Kalsel, Solihin, mengatakan dalam beberapa bulan terakhir, jumlah ekspor batu bara hasil pertambangan rakyat menurun.
"Selain karena masalah penurunan harga, regulasi yang merugikan pengusaha daerah juga menjadi penyebab menurunnya ekspor batu bara dari pertambangan rakyat," katanya.
Regulasi itu, kebijakan pajak ekspor batu bara 5 persen, yang sekarang sudah dihapus. Serta mekanisme pasar ekspor menyulitkan penambang rakyat, terutama penambang dengan modal terbatas.
Menurut Solihin, perdagangan batu bara di pasar dunia (ekspor) umumnya menggunakan sistem pembayaran menggunakan LC atau jaminan bank. Sedangkan penambang rakyat lebih memilih sistem pembayaran domestik yaitu pembayaran komoditas hasil tambang dilakukan dengan pembayaran langsung dan cukup di atas tongkang.
Menurut data Aspera, dari 55 juta metrik ton batu bara dihasilkan Kalsel per tahun dari 260 perusahaan pemegang izin Kuasa Pertambangan dan 13 perusahaan PKP2B berproduksi, 65 persennya ekspor. Sisanya dipasok bagi keperluan dalam negeri, seperti pembangkit listrik dan industri. (DY/OL-02).
sumber: