Dua Perusahaan Tambang Bisa Tidak Jadi Berinvestasi di Indonesia

 

Kamis, 12 Januari 2006, 21:42 WIB
Dua Perusahaan Tambang Bisa Tidak Jadi Berinvestasi di Indonesia

Laporan -

JAKARTA, investorindonesia.com

Asosiasi Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining Association/IMA) mensinyalir setidaknya dua perusahaan tambang besar yakni Rio Tinto dan Inco bisa tidak jadi menanamkan investasinya di Indonesia jika tidak segera dilakukan perbaikan iklim berusaha.

Direktur Eksekutif IMA Priyo Pribadi Soemarno di Jakarta, Kamis mengatakan, kedua perusahaan tersebut bisa memilih pengalihan investasinya ke Malaysia, Vietnam, atau Filipina yang dinilai lebih menjanjikan.

Ia mengatakan, Rio Tinto dan Inco akan tetap melanjutkan operasi di lahan pertambangan yang dimilikinya.

Namun, menurut dia, keduanya enggan menanamkan investasi baru, jika belum ada kepastian berusaha.

Rio Tinto sudah sejak lima tahun lalu mengajukan kontrak karya di Lasamphala, Sulawesi, tapi hingga kini belum juga ditanggapi pemerintah.

Sedang, Inco juga menunda investasi pengembangan di Karebe, Sulawesi karena belum adanya kejelasan perizinan.

Priyo mengatakan, pemerintah Indonesia kurang agresif dalam memberikan iklim investasi yang kondusif bagi investor pertambangan.

"UU Minerba yang ditunggu sejak tujuh tahun lalu belum ada," tambahnya.

IMA juga mencatat akibat tidak adanya iklim investasi yang kondusif itu, Indonesia bakal kehilangan potensi devisa sekitar US$ 4,4 miliar  US$ 7 miliar.

Sebab, sebanyak delapan proyek yang sudah masuk tahap studi kelayakan, terhenti di tengah jalan gara-gara tidak adanya kepastian berinvestasi.

Proyek itu meliputi Batubara Maruwai milik BHP di Kalimantan, Gag milik BHP di Papua, Tayan milik Aneka Tambang di Kalimantan, Bahodopi Milik Inco di Sulteng, Weda Bay milik Weda Bay Nickel di Halmahera, Emas Martabe milik Newmont di Sumut, Sorikmas milik Sorikmas Mining di Sumut, dan Dairi milik Herald Res di Sumut.

Priyo juga menambahkan, kontraktor pertambangan juga siap jika pemerintah meninjau ulang kontrak karya yang sudah ada.

"Tapi, pemerintah harus berhati-hati karena kontrak tersebut juga mencantumkan klausul arbitrase," ujarnya.

IMA juga mendukung langkah pemerintah memberantas korupsi di sektor pertambangan, asalkan dengan bukti yang akurat. (ant)

sumber: