DPR Minta Rp 7 Miliar Loloskan RUU Minerba
DPR Minta Rp 7 Miliar Loloskan RUU Minerba
Suara Pembaruan, 15 September 2005
'DPR minta tujuh miliar rupiah untuk membahas sekaligus meloloskan RUU Minerba. Tapi setahu saya, sekarang baru terkumpul tiga miliar rupiah. Perusahaan-perusahaan tambang diminta urunan supaya terkumpul dana seperti yang diminta. Karena merasa RUU itu akan merugikan perusahaan tambang, tidak ada perusahaan swasta yang mau menyetor. Dana tiga miliar rupiah yang sudah terkumpul itu berasal dari beberapa BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pertambangan,' ungkap sumber itu.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf sewaktu dihubungi Pembaruan di Jakarta, Rabu (14/9), membantah informasi tersebut.
'Sangat tidak etis dan tidak bermoral kalau DPR minta dana untuk pembahasan RUU itu. Saya pribadi tidak tahu dengan informasi itu, entah kalau teman-teman Komisi VII lainnya. Tapi, saya rasa tidak mungkin Komisi VII minta uang hanya untuk pembahasan RUU Mineral dan Batu Bara,' katanya.
Menurut sumber di ESDM, dana yang kini terkumpul sebesar Rp 3 miliar tersebut, merupakan setoran dari tiga BUMN pertambangan, yakni PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, dan PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (PT BA) Tbk.
Sumber lainnya menambahkan, dana Rp 3 miliar yang dikumpulkan oleh se- orang broker yang dikenal sebagai pengusaha di luar sektor pertambangan itu, kemungkinan paling banyak disetor oleh PT Timah Tbk dan PT Antam Tbk.
'Kalau PT BA rasanya tidak mungkin menyetor dana dalam jumlah besar. Kecil kemungkinan kalau tiga miliar rupiah itu dibagi rata masing-masing menyetor satu miliar, karena PT BA sepertinya tidak mampu mengeluarkan dana yang besar,' tuturnya.
Memicu Konflik
Dana sebesar Rp 7 miliar tersebut dikabarkan justru dilontarkan oleh kalangan DPR. Namun Ketua Komisi VII DPR Agusman Effendi yang juga ketua Panitia Khusus Pembahasan RUU Minerba sulit dihubungi untuk mengklarifikasi informasi tersebut karena sedang berada di luar negeri.
Pembahasan RUU Minerba, ungkap Sonny, telah melewati pembahasan yang kelima, setelah mendengar masukan dan kritik dari pengusaha-pengusaha yang bergabung dalam Asosiasi Pertambangan
Kalangan pengusaha pertambangan menilai draf RUU memuat pasal-pasal yang cenderung mengancam investasi bidang pertambangan di Indonesia. Draf RUU Minerba, yang antara lain memuat aturan yang mengubah ketentuan mengenai kontrak karya menjadi sekadar izin operasional pertambangan, dinilai merugikan dan tidak memberi kepastian hukum bagi perusahaan tambang.
RUU Minerba yang merupakan pengganti UU No 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan, termasuk dalam prioritas pembahasan di DPR. Pembahasan RUU ini selalu tersendat karena pemerintah (Departemen ESDM) juga terlambat menyerahkan drafnya.
Selain itu, sejumlah kalangan menilai RUU Minerba belum layak dibahas di tingkat DPR, karena belum ada konsultasi publik yang memadai mengenai draf RUU. Substansi yang termuat dalam draf RUU itu dikhawatirkan memancing munculnya konflik dengan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan.
sumber: