Dicari, yang mau Memanfaatkan Abu Sisa Batubara


Radar Banjar - PELAIHARI ,-  Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Asam-Asam saat ini sedang menghadapi persoalan pengelolaan limbah padat berupa abu sisa pembakaran batubara. Pasalnya sejak pembangkit listrik terbesar yang dimiliki PT PLN wilayah Kalselteng ini mulai beroperasi tahun 2000 lalu, abu batubara yang dihasilkan dari dua unit pembangkit berkekuatan 2 x 65 megawatt masih dibiarkan menumpuk di tempat penumpukan.

"Memang, tempat penumpukannya disiapkan mampu menampung abu sisa yang dihasilkan selama waktu 30 tahun," ujar Pelaksana harian manajer PLTU Asam-Asam Ir Tri Joko Supriyatno kepada Radar Banjarmasin.

Tapi kalau dibiarkan terus menumpuk, maka menurutnya pihak PLTU harus mengeluarkan biaya untuk pengelolaan abu tersebut. Dijelaskannya pula, abu yang dihasilkan pembangkit sebesar 4 persen dari bahan baku batubara yang digunakan.

"Nah, dalam sebulan dua pembangkit yang ada ini menghabiskan 50 ribu ton batubara, dikalikan 4 persen berarti sebulan abu yang diproduksi sebanyak 2000 ton," ujar Tri.

Untuk sekadar diketahui, unit I mulai beroperasi pada 28 Juni 2000 dan unit II mulai 25 Oktober 2000. Sehingga diperkirakan abu yang menumpuk sudah sebanyak

98.000 ton.

Padahal menurutnya, abu sisa pembakaran tersebut masih bisa dimanfaatkan. Diantaranya sebagai bahan baku pembuatan bata press, campuran pembuatan semen dan di luar negeri digunakan juga sebagai bahan campuran aspal.

"Kalau PLTU di pulau Jawa sudah bisa mengkomersilkan abu sisa pembakaran ini, harganya antara Rp30.000-50.000," terangnya Tri.

PLTU Asam-Asam sendiri menurut Tri sudah berusaha menawarkan ke beberapa pihak untuk memanfaatkan abu sisa pembakaran batubaranya. Terakhir kepada PT Inko, sebuah perusahaan di pulau tetangga –Sulawesi- yang bergerak dibidang pengolahan bijih nikel.

"Informasinya selama ini mereka mengimpor abu sisa batubara dari Australia," ungkapnya.

Diharapkannya, dengan penawaran PLTU Asam-Asam perusahaan tersebut bisa tertarik, karena biaya pengiriman tentunya bisa lebih murah. Berbicara mengenai harga, Tri mengungkapkan pihaknya belum bisa mematok harga, alasannya karena belum pernah menjual abu tersebut.

"Tapi sebenarnya yang lebih penting bagi kami adalah, bagaimana agar abu ini bisa dimanfaatkan tidak bertentangan dengan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan, Red) yang kami miliki," tandasnya.

Sehingga, bagi pihak yang ingin memanfaatkan, selama PLTU tidak harus menanggung biaya untuk itu, Tri mengaku tidak keberatan.

sumber: