Depperindag Bersikeras Tetap tidak Izinkan Ekspor Pasir Laut

 
JAKARTA (Media): Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) bersikeras tetap tidak akan memberikan izin ekspor pasir laut meski banyak desakan dari beberapa pihak. Izin ekspor baru diberikan bila pemerintah Singapura mau menandatangani perjanjian batas negara dengan Indonesia.

"Banyak desakan dari beberapa pihak agar Depperindag segera mengeluarkan izin ekspor pasir laut tersebut, tetapi kami tolak," ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Sudar SA, di Jakarta, kemarin.

Menurut Sudar, pemerintah Singapura belum menunjukkan iktikad baik untuk duduk semeja dengan pemerintah Indonesia membicarakan batas negara. Bahkan, ada indikasi pemerintah Singapura enggan menandatangani perjanjian perbatasan dengan Indonesia. Padahal, Negeri Singa itu sudah menandatangani perjanjian perbatasan dengan negara tetangga yang lain.

Seperti diketahui, Depperindag mengatur penghentian ekspor pasir laut ini lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Dalam SK itu disebutkan, alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir. Alasan lainnya, belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura.

Desakan departemen lain

Desakan untuk membuka keran ekspor pasir laut antara lain datang dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), dan pemerintah daerah (pemda) setempat. Desakan lainnya dari pengusaha-pengusaha besar yang sudah mempunyai kaveling menambang pasir laut di perairan Provinsi Riau dan sekitarnya.

Menurut Sudar, alasan yang dipakai DKP untuk mendesak Depperindag agar membuka keran ekspor pasir laut antara lain berkaitan dengan sudah adanya peralatan kontrol lokasi kapal milik departemen yang dipimpin Rokhmin Dahuri itu. Dengan alat tersebut DKP bisa memantau di mana dan berapa kali kapal melakukan penambangan pasir laut.

Sedangkan KLH mendesak dengan alasan penambangan pasir laut tidak membahayakan lingkungan. Pasir laut yang dipakai Singapura untuk menambah luas pulaunya 10.000 meter persegi, katanya datang sendiri dengan tidak ada habisnya. Pasalnya, pasir laut tersebut adalah hasil pertemuan dari dua buah arus.

Desakan dari daerah, setidaknya datang dari tiga pemerintah daerah. Menurut data Media, tiga wilayah yang mendesak Depperindag membuka keran ekspor pasir laut itu, adalah Sumatra Utara, Bengkulu, dan Kepulauan Riau. Kepala pemerintahan tingkat I dan II wilayah tersebut mengatakan ekspor pasir laut akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Reklamasi di Singapura dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara. Seperti diketahui, Singapura telah mereklamasi delapan pulau kecil (Seraya, Merbabu, Merlimau, Ayer Chawan, Sakra, Pesek, Masemut Laut, dan Pulau Meskol) sehingga menjadi satu Pulau Jurong.

"Namun, yang menjadi masalah krusial adalah batasan dari dua negara. Sekarang ini saja pemerintah Singapura tidak mau menunjukkan batas wilayah sebelum adanya reklamasi. Padahal, kita sekarang ini masih tahu batas. Kalau masalah ini terus ditunda apa anak cucu kita tahu di mana batas tersebut," ujar Sudar.

Desakan berbagai pihak untuk membuka keran ekspor pasir laut ini, menurut Sudar, juga tidak lepas dari lobi yang dilakukan pemerintah Singapura. Lobi tersebut dilihatnya dari banyaknya dukungan keuangan yang diberikan kepada beberapa pihak, baik LSM dan parpol. Namun, dia menyebutkan, semua desakan ini tidak akan dihiraukan Depperindag.

Soalnya, secara ekonomis menurut Sudar, perluasan wilayah Singapura ini juga sangat merugikan Indonesia. "Siapa yang tahu apa maksud dari pemerintah Singapura di kemudian hari. Sampai kapan negara pulau kecil itu bisa menampung pertumbuhan ekonominya. Siapa pula yang bisa menjamin mereka tidak akan mengklaim sebagian dari wilayah laut kita."

Sudar memastikan, perluasan Singapura itu, bisa mematikan Pulau Batam. Industri yang ada di Batam dipastikan akan hengkang ke Singapura bila reklamasi sudah diselesaikan. Singapura, kata dia, sudah merasa gagal melakukan reklamasi dengan adanya larangan ekspor pasir itu. Itulah yang membuat Singapura rajin melobi siapa saja.

"Singapura berharap pemerintah yang baru nanti, kembali membuka keran ekspor pasir laut. Mereka juga melobi pemda, sehingga mendesak kami dengan alasan untuk perekonomian daerah," ujar Sudar.
 

sumber: