Depkeu Siapkan Sanksi bagi Daerah Nakal

Depkeu Siapkan Sanksi bagi Daerah Nakal

Kompas, 18 November 2005

 

Jakarta, Kompas - Departemen Keuangan telah menyiapkan amandemen Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang antara lain mengatur sanksi bagi daerah-daerah nakal. Yang dikategorikan nakal adalah daerah yang tetap memberlakukan peraturan daerah meski hal itu telah dicabut atau tak melaporkan perda yang terkait dengan pajak dan retribusi kepada pemerintah pusat.

Sekarang kami dalam tahap finalisasi RUU Pajak dan Retribusi Daerah. Para gubernur diminta meningkatkan kepatuhannya dengan menyampaikan perda-perda tentang pajak dan retribusi. Hal itu kami minta karena kepatuhan daerah sangat rendah. Dari sekitar 15.000 perda, hanya 50 persen yang dilaporkan, kata Menteri Keuangan (Menkeu) Jusuf Anwar dalam rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Rabu (16/11).

Menkeu menegaskan, dalam RUU Pajak dan Retribusi Daerah itu diusulkan sanksi bagi daerah nakal dalam bentuk menahan atau memotong pencairan dana alokasi umum (DAU). Sanksi itu akan dicabut jika pemerintah daerah yang nakal melaporkan seluruh perda tentang pajak dan retribusi, atau menghentikan pemberlakuan perda yang telah dicabut pemerintah pusat.

Ada daerah-daerah yang nakal. Itu tak kami tetapkan sendiri, tetapi diputuskan bersama antara Depkeu dan Departemen Dalam Negeri, kata Jusuf.

Hasil sinkronisasi

Staf Ahli Depkeu Mardiyasmo mengatakan, pemerintah telah melakukan sinkronisasi antara RUU Pajak dan Retribusi Daerah dengan paket RUU Perpajakan, yang terdiri atas RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan, serta RUU Pajak Pertambahan Nilai. Tim RUU Perpajakan serta Tim RUU Pajak dan Retribusi Daerah telah sinkron, termasuk aturan tentang bea masuk, katanya.

Mardiyasmo mengatakan, setelah melakukan sinkronisasi, pemerintah memutuskan menghentikan seluruh penerbitan perda baru. Pada saat yang sama, pemerintah pusat mencabut perda-perda yang dinilai menghambat dan menyebabkan iklim investasi di daerah tidak kondusif.

Konsekuensi dari pencabutan perda dan penghentian penerbitan perda pajak serta retribusi daerah adalah penyerahan beberapa pajak yang saat ini masih dikelola pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menambah pendapatan asli daerah yang bersangkutan, katanya.

Mardiyasmo menyebutkan, pajak-pajak pusat yang akan diserahkan ke daerah itu antara lain adalah pajak restoran, hiburan, dan pajak penghasilan dari penangkaran burung walet. Pajak restoran itu termasuk pajak katering dan jasa boga yang selama ini dipungut pemerintah pusat sebagai pajak pertambahan nilai (PPN) jasa.

Sementara pajak hiburan yang diserahkan ke daerah adalah pajak spa, boling, dan golf. Akan tetapi, khusus untuk golf akan tetap dikenai pajak daerah dan pusat karena olahraga ini masih dilakukan oleh kalangan menengah ke atas. Untuk permainannya dikenai pajak hiburan untuk daerah, sedangkan untuk penyewaan tanah atau lapangannya dikenai PPN jasa. Itu semua kami berikan dengan syarat tak ada perda baru yang diterbitkan, ujar Mardiyasmo.

Anggaran DAU meningkat, lanjut Mardiyasmo, secara berarti dari Rp 89,5 triliun dalam APBN 2005 menjadi Rp 145,6 triliun dalam APBN 2006.

DAU ini merupakan penerimaan bersih dalam negeri yang diberikan kepada daerah dalam rangka penyeimbang antara kabupaten kaya dan miskin. Saat ini ditetapkan sebesar 26 persen dari penerimaan bersih negara. Dana alokasi khusus juga meningkat Rp 6 triliun menjadi Rp 11,5 triliun pada 2006, ujar Mardiyasmo menambahkan. (

sumber: