Dephut Siapkan Aturan Ketat Kegiatan Tambang Di Hutan Lindung

(Suara Karya): Dephut menyiapkan aturan ekstra ketat bagi kegiatan pertambangan terbuka di kawasan hutan lindung oleh 13 perusahaan sebagaimana disebutkan dalam Keppres No 41/2004.

Ini sebagai upaya antisipasi dan meminimalisasi dampak aktivitas pertambangan terhadap keberadaan hutan lindung, menyusul persetujuan DPR atas penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No 1/2004 menjadi UU.

"Persetujuan DPR terhadap Perppu No 1/2004 tentang Pertambangan di Kawasan Hutan Lindung, tak akan mengubah prinsip kebijakan Dephut, mewujudkan pelestarian sumberdaya dan ekosistem hutan sebagai penyangga kehidupan dan pembangunan nasional," papar Kepala Pusat Informasi Kehutanan (Dephut) Transtoto Handadhari di Jakarta, kemarin.

Atas dasar itu, Dephut bertanggung jawab mempersiapkan pengaturan perizinan, pengaturan dan pengawasan pelaksanaan penambangan, serta reklamasi lahan bekas penambangan, juga aspek berkaitan pertanggungjawaban publik perusahaan pertambangan bersangkutan. Tahap awal, sedang disusun Rancangan Peraturan Menhut mengenai penggunaan kawasan hutan lindung bagi kegiatan pertambangan.

Dalam kaitan itu, tata cara pemberian izin penambangan melalui proses pinjam pakai kawasan hutan lindung dari Menhut diterbitkan berdasar hasil kajian teknis tim terpadu berdasar jangka waktu yang ditetapkan. Pemohon izin dibebani kewajiban membayar ganti rugi nilai tegakan dan menyerahkan lahan kompensasi, di samping menanggung biaya pengukuran, pemetaan dan tata batas lahan pinjam pakai maupun lahan kompensasi.

Perusahaan tambang diharuskan melakukan reklamasi di bekas areal mereka, wajib menjaga keamanan daerah hutan lindung yang dipinjam serta menyusun rencana kerja pemakaian kawasan hutan lindung selama lima tahun dirinci per tahun.

Dalam rencana penggunaan kawasan hutan, ujar Transtoto, perusahaan tambang harus merinci kegiatan penambangan dan sarana pendukung, reklamasi dan konservasi tanah, pemanfaatan kayu tebangan, perlindungan dan konservasi keanekaragaman hayati, juga rencana tapak yang disetujui Kepala Badan Planologi Kehutanan. Dengan jangka waktu pinjam pakai maksimal lima tahun, perjanjian itu bisa dicabut dan perusahaan bersangkutan dikenai sanksi administratif maupun sanksi perdata dan pidana jika melakukan pelanggaran.

Sanksi pencabutan izin penambangan di hutan lindung akan dilakukan jika pada satu tahun perusahaan tak memenuhi kewajiban serta tidak menggunakan kawasan sesuai izin yang diberikan, meninggalkan kawasan sebelum waktu berakhir, serta memindahtangankan sebagian atau seluruh kawasan hutan yang dipinjam pakai kepada pihak lain.

"Untuk mengevaluasi kegiatan penambangan di hutan lindung agar tak menimbulkan kerusakan yang makin luas, instansi kehutanan di daerah akan melakukan pemantauan bersama instansi kehutanan pusat," papar Transtoto.

sumber: