Demo Pro dan Kontra Perusda Batu Bara Rusuh
Demo Pro dan Kontra Perusda Batu Bara Rusuh
Kompas, 9 Mei 2005
Banjarmasin, Kompas - Dengar pendapat soal Perusahaan Daerah Bersujud milik Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang bergerak dalam bidang tambang batu bara berakhir rusuh. Hal ini terjadi setelah sekitar 600 orang yang mengaku massa pendukung kegiatan tambang masuk menyerbu Gedung DPRD Tanah Bumbu.
Dalam acara Sabtu (7/5) itu mereka bahkan mengejar dan memukuli anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang hadir karena dinilai berusaha menutup tambang batu bara. Bahkan, hingga Minggu sore para anggota LSM yang sudah lama mengkritisi lahirnya Perusda Bersujud tersebut masih “bersembunyi" dan merasa belum aman.
Situasi di Tanah Bumbu kini dianggap tidak lagi aman bagi para aktivis LSM yang kritis terhadap kebijakan tambang batu bara dan pendirian Perusda yang dinilai belum tertata dengan baik.
Ridwan Hakim, Ketua Divisi Pemberdayaan Masyarakat Lembaga Pengembangan Sumber Daya Alam dan Insani, sebuah LSM yang bergerak dalam soal lingkungan, kepada Kompas mengatakan, peristiwa pengejaran dan pemukulan anggota LSM terjadi Sabtu siang usai dengar pendapat soal pendirian Perusda Bersujud.
“Begitu selesai acaranya kami langsung dikejar ratusan orang, badan saya dipukuli," katanya.
Lima orang aktivis LSM yang datang ke gedung DPRD tersebut mewakili Forum Pemuda Tujuh, Forum Seni dan Budaya, Lembaga Angkatan Muda Pembaharuan Lingkungan Hidup Indonesia, Gerakan Pembela Rakyat, serta Lembaga Pengembangan Sumber Daya Alam dan Insani. Dalam mengkritisi permasalahan tambang mereka tergabung dalam Aliansi Masyarakat Untuk Kabupaten Tanah Bumbu (AMUK).
Ridwan menceritakan, mereka hadir di gedung DPRD karena memang diundang sementara sekitar 600 orang tanpa undangan yang menamakan masyarakat pendukung tambang memaksa masuk.
Memanas
Situasi dalam gedung DPRD sebelumnya sudah memanas akibat debat antaranggota DPRD yang belum sepaham soal prosedur pendirian perusda. Dengan adanya perusda, penambang diwajibkan menyetor hasil tambang ke perusda dan tidak bisa menjual ke tempat lain.
Situasi semakin kisruh setelah massa pendukung perusda dan tambang tersebut masuk ke arena gedung DPRD. Massa pendukung tambang menganggap ulah LSM bisa mengkhawatirkan masa depan pekerjaan tambang mereka. Usai hearing mereka langsung mengejar para aktivis yang dinilai menjadi perintang jalan bagi terbentuknya perusda.
Ridwan meragukan jika massa tersebut murni dari masyarakat tambang. “Sistem perusda ini belum menguntungkan pihak masyarakat karena batu bara dari masyarakat hanya dihargai Rp 60.000 per ton, sementara harga pasaran jauh lebih mahal lagi di atas Rp 80.000," katanya.
Kepala Kepolisian Resor Tanah Bumbu Ajun Komisaris Besar Polisi Ikke Edwin mengatakan keributan terjadi akibat kekecewaan masyarakat penambang terhadap para anggota LSM yang mendesak penghentian kegiatan tambang. Hingga kini polisi masih siaga untuk mengantisipasi makin merembetnya kasus tersebut.
Ridwan mengatakan para LSM tidak berusaha menghalangi terbentuknya perusda atau menginginkan penambangan ditutup. “Kami mengkritisi sistem perusda agar berjalan semestinya dan tidak merugikan penambang, jika sistemnya masih seperti ini sebenarnya masyarakat juga sangat dirugikan," katanya.
Kalangan LSM mengakui situasi di Tanah Bumbu memang tidak kondusif untuk melakukan kritik terhadap sistem pertambangan. Semua saluran dialog selalu berakhir buntu. LSM mengungkapkan, di gedung DPRD pun hanya ada dua orang yang mau berpikir kritis terhadap berbagai kebijakan pertambangan batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu.
sumber: