Defisit APBN Perlu Ditolerir
Investor, 4 Mei 2004 -
“Waktu yang tepat untuk mentolerir defisit APBN, sebaiknya dimulai saat ini, sampai dengan tahun 2007,� kata Adrianus Mooy, Executives Secretary Escap, kepada Investor Daily, pekan lalu,
Menurut dia, defisit menuju nol itu merupakan langkah yang baik untuk masa depan. Hanya saja, pada saat ini belum memungkinkan bagi
Apabila pemerintah memaksakan diri mengejar angka defisit tersebut, dikhawatirkan akan terjadi pengetatan anggaran belanja, mengingat dari sisi pemasukan, potensinya masih sangat terbatas. Dia mengkhawatirkan, salah satu yang akan dikorbankan adalah anggaran kegiatan untuk pembangunan infrastruktur. Padahal saat ini, kata Adrianus, semua orang teriak tentang infrastruktur di
Padahal, dengan dianggarkannya dana untuk pembangunan infrastruktur akan berdampak positif bagi perkembangan sektor riil. “ Dunia usaha akan lebih terbantu, selanjutnya akan menimbulkan multiplier effect bagi penciptaan lapangan kerja� katanya.
Berdasarkan data Bappenas yang diterima Investor Daily disebutkan, pada APBN 2004, defisit anggaran yang ditargetkan pemerintah mencapai 1,2%, sementara dalam RAPBN 2005 menjadi 0,6%. Dari sisi pendapatan negara dan hibah mengalami penurunan dari 17,5% pada APBN 2004 menjadi 17,1% pada RAPBN 2005. Sementara pengeluaran negara juga diturunkan dari 18,8% pada APBN 2004 menjadi 17,7% pada RAPBN 2005. Dari jumlah tersebut, antara lain disebutkan pengeluaran pembangunan pada RAPBN 2005 3,3% atau menurun disbanding APBN 2004 yang mencapai 3,6%.
Menurut Adrianus, harapan sumber pendapatan negara untuk pembangunan yang telah tertinggal antara lain dari kenaikan harga minyak. “Mungkin jika harga minyak pada posisi US$ 40 per barel, baru akan terbantu,� katanya.
Menurut Adrianus, tren defisit terhadap anggaran dan belanja negara, saat ini memang sedang menimpa beberapa negara dunia. Contoh kasus di Eropa, meskipun Komisi Eropa, badan tertinggi Uni Eropa (UE) menetapkan batas defisit APBN sampai dengan 3 % dari PDB, beberapa negara UE memilih melampaui batas yang ditetapkan, walau dengan kompensasi membayar denda yang ditetapkan UE.
Diberlakukannya defisit yang melewati batas yang ditetapkan itu, kata Adrianus, disebabkan beberapa pemimpin negara memilih kebijakan untuk mengatasi pengangguran dan menciptakan kesempatan kerja dengan defisit APBN yang diperlonggar.
Laju Inflasi
Selain masalah defisit APBN, untuk meningkatkan pertumbuhan sektor riil, menurut Adrianus, pemerintah perlu memperhatikan laju inflasi. Menurut Adrianus, pemerintah perlu menaikan inflasi agar nantinya mampu menciptakan lapangan kerja.
“Walau inflasi rendah tetapi angka pengangguran tidak menurun, sama sekali tidak berpengaruh positif, bagi pengangguran, daya belinya
Menurutnya, kondisi
“Di Amerika Serikat inflasi mencapai 6 %, masyarakatnya sudah menjerit karena dianggap terlalu tinggi, tetapi di Indonesia dengan inflasi 6 % orang akan menjerit karena terlalu kecil� katanya.
Di Indonesia yang merupakan negara kepulauan, kata Adrianus masalah distribusi logistik pengaruhnya besar sekali. “Inflasi tidak semata faktor uang, tetapi pengaruh distribusi peredaran barang� katanya. Infrastruktur di Indonesia masih sangat buruk, katanya, menjadikan sebagai hambatan terhadap distribusi barang.
Menurut Adrianus, pemerintah perlu mengambil keputusan yang mampu mengurangi angka pengangguran dengan penciptaan lapangan kerja. Pemerintah yang saat ini menerapkan kebijakan dengan harapan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan tingkat inflasi yang rendah, kata Adrianus akan sulit dicapai. “Boleh diharapkan tetapi sulit dicapai, saat ini yang dapat diraih dengan berusaha mengurangi pengangguran, tetapi dengan biaya inflasi naik sedikit� kata Adrianus.
Menentukan inflasi menurut Adrianus perlu hati-hati. “Menentukan inflasi yang terlalu tinggi tidak baik, dan terlalu rendah juga tidak baik. Perlu dicari ditengah-tengah yang baik, yg mampu menggerakkan sektor riil�ujarnya. Masa lalu, pemerintah menargetkan inflasi sampai dengan 8-9 % pertahun. Menurut Adrianus, untuk mengurangi pengangguran inflasi yang bisa diterapkan 5-9 %.