Jakarta, 20 September 2005 (ANTARA) -- Dari 13 perusahaan tambang yang mendapat ijin melakukan penambangan di hutan lindung berdasarkan Keppres No.41 tahun 2004, baru enam perusahaan yang mengajukan permohonan ijin penggunaan kawasan hutan lindung pada tahap eksplorasi ke Dephut. Luas kawasan hutan lindung yang dimintakan ijin eksplorasi 301.204 ha. Ke-enam perusahaan tersebut yaitu; PT Weda Bay Nickel seluas 9.954 ha, PT Natarang Mining seluas 40 ha, PT Karimun Granit seluas 1.160 ha, PT Sorikmas Mining seluas 30.000 ha, PT Aneka Tambang seluas 7.090 ha, PT Nusa Halmahera Minerals seluas 213 ha.
13 perusahaan tambang yang mendapat ijin melakukan penambangan di hutan lindung berdasarkan Keppres No. 41 tahun 2004, yaitu PT Freeport Indonesia di Papua, jenis tambang tembaga, emas, dmp, PT Karimun Granit di Kepulauan Riau, jenis tambang granit, PT Inco Tbk di Sulsel, Sulteng, Sultra, jenis tambang nikel, PT Indominco Mandiri di Kaltim, jenis tambang batubara, PT Aneka Tambang di Maluku Utara, jenis tambang nikel, PT Natarang Mining di Maluku Utara, jenis tambang emas dmp, PT Nusa Halmahera Minerals di Maluku Utara, jenis tambang emas dmp, PT Pelsart Tambang Kencana di Kalsel, jenis tambang emas dmp, PT Interex Sacra Raya di Kaltim dan Kalsel, jenis tambang batubara, PT Weda Bay Nickel di Maluku Utara, jenis tambang nikel, PT Gag Nikel di Papua, jenis tambang nikel, PT Sorikmas Mining di Sumut, jenis tambang emas dmp, PT Aneka Tambang di Sultra, jenis tambang nikle.
Penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan harus berdasarkan persetujuan Menteri Kehutanan dalam bentuk ijin kegiatan atau ijin pinjam pakai kawasan hutan lindung dengan kompensasi. Ketentuan ini diatur dalam pasal 2 ayat (1). Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.12/MENHUT-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Kegiatan Pertambangan, dengan tujuan untuk membatasi dan mengatur penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan.
Persetujuan Menteri Kehutanan tersebut hanya berlaku terhadap 13 ijin atau perjanjian di bidang pertambangan yang nama dan lokasi penambangannya tercantum dalam lampiran Keppres No.41 tahun 2004.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan dalam memproses perijinan yang diajukan, tetap berpegang pada asas kelestarian, dan akan memperketat terhadap kemungkinan-kemungkinan kerusakan hutan lindung akibat aktivitas penambangan. Kegiatan yang akan dilakukan di lapangan sebelum eksplorasi adalah penilaian areal kerja sesuai dengan deposit mineral yang ekonomis untuk ditambang. Sehingga setelah diadakan penilaian areal kerja oleh Dephut, diperkirakan luasan yang diijinkan untuk dieksplorasi maupun dieksploitasi nantinya akan jauh lebih kecil daripada yang dimohonkan. Kegiatan penilain areal kerja ini untuk meminimalisir kemungkinan kerusakan hutan lindung akibat aktivitas penambangan.
Permohonan penggunaan kawasan lindung pada tahap eksplorasi harus dilampiri dengan peta lokasi dan luas kawasan yang dimohon untuk eksplorasi, ijin atau perjanjian di bidang pertambangan, dan rencana kegiatan eksplorasi didalam kawasan hutan lindung. Ketentuan ini diatur dalam pasal 4 ayat (1) Permen No.P.12/Menhut-II/2004.
Sedangkan pemohonan/pemegang ijin pinjam pakai kawasan hutan lindung pada eksploitasi memiliki kewajiban antara lain; membayar ganti rugi nilai tegakan yang ditebang, menyediakan dan menyerahkan tanah kepada Dephut sebagai kompensasi atas kawasan hutan lindung yang dipinjam, menyusun Rencana Kerja Penggunaan Kawasan Hutan lain lima tahunan maupun tahunan, membayar dana jaminan reklamasi, membiayai reboisasi, bertanggungjawab atas dampak negatif lingkungan sekitarnya akibat penambangan, mereklamasi kawasan hutan lindung yang dipinjam pakai.
Jangka waktu pemberian ijin pinjam pakai pada tahap eks;loitasi diberikan selama 5 tahum,, dan dapat diperpanjang setelah diadakan evaluasi. Untuk menjaga agar kegiatan penambangan di hutan lingdung tidak menimbulkan kerusakan yang luas, pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan oleh instansi kehutanan terkait di daerah dan dikoordinasikan oleh dinas propinsi yang membidangi kehutanan. Evaluasi dilakuakkan oleh instansi kehutanan pusat bersama-sama instansi kehutanan daerah.
Pemegang ijin yang tidak memenuhi kewajiban, dikenakan sanksi administratif yang dapat berupa: penghentian sementara kegiatan dilapangan apabila pemegang ijin tidak memenuhi satu atau lebih perjanjian. Selain itu sanksi administratif juga dapat berupa pencabutan ijin pinjam pakai apabila pemegang ijin dalam waktu satu tahun tidak memenuhi kewajibannya, tidak menggunakan kawasan yang dipinjam pakai sesuai ijin yang diberikan, meninggalkan kawasan hutan yang dipinjam pakai sebelum waktunya berakhir, memindahtangankan sebagian atau seluruuh kawasan hutan yang dipinjam pakai kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis Menteri Kehutanan. Ijin pinjam pakai dapat pula dicabut apabila pemegang ijin dikenai sanksi pidanan sebagaimanan diatur dalam Pasar 78 UU 41. Tahun 1999 setelah ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Kegiatan penambangan di kawasan hutan lindung harus dilakukan dengan menggunakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, dengan proses reklamasi bekas tambang yang harus dilakukan secara simultan setelah blok awal diselesaikan. Para pengusaha tambang beserta asosianya nampaknya dapat memahami kebijakan Dephut tersebut.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Achmad Fauzi, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan, Telp: (021)-5705099, Fax: (021)-5738732 |