Daerah Meragukan Pelayanan Investasi Satu Atap

Jakarta, Kompas, 20 April 2004 - Keluarnya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri melalui Sistem Pelayanan Satu Atap ditanggapi hati-hati oleh sejumlah kepala daerah. Sistem itu dinilai tidak efektif menggairahkan investasi di daerah selama perputaran uang masih terpusat di Jakarta.

Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad di sela "Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2004" di Jakarta, Senin (19/4), mengatakan, pada dasarnya sistem pelayanan satu atap dibuat untuk mengatasi hambatan birokrasi antardepartemen.

"Tetapi, masalah pokoknya sekarang bukan di perizinan, tetapi bagaimana uang beredar di Jakarta dan Jawa dikembalikan ke daerah. Teman-teman dari daerah timur semuanya mengeluh dana yang beredar terpusat di Jakarta, sedikit sekali di daerah," ujarnya.

Menurut Fadel, harus dicari instrumen lain agar peredaran uang tersebar merata. Pada prinsipnya, uang tidak mengenal wilayah dan investasi akan mengikuti di mana ada kesempatan dan peluang usaha.

Fadel mencontohkan, omzet salah satu bank swasta nasional di wilayah Indonesia Timur kurang dari separuh omzet cabang bank itu di Kabupaten Bekasi. Sekitar 69 persen uang beredar di Jakarta dan hanya 6-7 persen di kawasan Indonesia Timur.

Hal terpenting yang perlu dilakukan untuk menggairahkan investasi adalah memberi kemudahan investor untuk berusaha di daerah. Untuk itu perlu kebijakan di bidang fiskal dan pemotongan biaya perizinan. Di bidang fiskal, misalnya, dengan pembebasan pajak dalam jangka waktu tertentu untuk investor yang berinvestasi di daerah.

"Selain itu, menurunkan suku bunga pinjaman di daerah. Kalau di Jakarta 13-16 persen, di daerah bisa 10 persen, sehingga orang tertarik berinvestasi di daerah. Akan tetapi, sementara ini gubernur tak bisa apa-apa karena semua ditentukan pusat," ujarnya.

Fadel tidak yakin keppres baru ini akan menggairahkan investasi. Menurut dia, investasi yang masuk Sulawesi tahun 2003 hanya 1,4 persen dari investasi nasional. "Apa yang mau diharapkan? Yang diperlukan hanya mengalihkan dana ke daerah, itu saja," tegasnya.

Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Timur Piet A Tallo mengatakan, keppres itu harus ditanggapi hati-hati karena kemungkinan ada benturan kewenangan dan kepentingan antara pusat dan daerah.

"Perlu dilihat dululah, bisa dilaksanakan atau tidak. Masalahnya bukan hanya kewenangan, tetapi juga sistem yang sekarang sudah berjalan di daerah. Yang penting sekarang, bagaimana implementasinya," tegasnya.

sumber: