CGI Prihatinkan Iklim Investasi RI
JAKARTA (Suara Karya, 4 Juni 2004) - Kelompok Konsultatif untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia/CGI) menyoroti lemahnya kegiatan investasi di Indonesia. Mereka menyatakan prihatin terhadap penurunan persepsi tentang iklim investasi Indonesia akibat beberapa kebijakan di luar white paper dan keputusan-keputusan pengadilan yang kontroversial.
Menurut Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, iklim investasi merupakan salah satu dari tiga masalah besar yang dibicarakan dalam mid year review meeting CGI Jakarta, Rabu lalu. Dua masalah lain adalah perkembangan ekonomi makro yang bisa dicapai dengan baik selama 3,5 tahun terakhir, serta laporan kemajuan target pengembangan milenium (millenium development goals/MDG) yang dibuat Bappenas berkaitan dengan keberhasilan menangani kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan.
Khusus masalah investasi, CGI membeberkan beberapa keputusan pengadilan yang kontroversial hingga mengganggu iklim investasi. Hasilnya pada tahun 2003 - notabene ditetapkan pemerintah sebagai Tahun Investasi - investasi aktual hanya meningkat 2,2 persen dan rasio investasi atas produk domestik bruto (PDB) jatuh pada tingkat terendah sejak 1970-an.
Pertemuan CGI lantas menyepakati bahwa perbaikan iklim investasi tetap menjadi tantangan utama. Investasi yang rendah dan ekspor yang stagnan mereka sebutkan sebagai faktor kunci penahan laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam penuturan Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Andrew Steer, Indonesia membutuhkan investasi lebih tinggi daripada sekarang - terutama untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8 persen. Bank Dunia memperkirakan, dengan nilai investasi hanya sekitar 20 persen PDB, pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya mampu mencapai 4,5 persen.
Steer menekankan, tahun ini ekonomi nasional dibayangi kenaikan tingkat suku bunga dunia yang akan merepotkan Indonesia, terutama dalam manajemen utang. Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina, juga akan menjadi tekanan tersendiri karena selama ini Indonesia sangat diuntungkan pertumbuhan pesat ekonomi Cina. "Faktor lain yang menimbulkan guncangan terhadap ekonomi Indonesia ini adalah lonjakan harga minyak dunia.
Dalam kesempatan sama, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Theo F Toemion mengatakan, beberapa masalah yang menjadi keprihatinan anggota CGI terkait dengan penegakan hukum bagi investor. Dia mencontohkan kasus pemailitan perusahaan asuransi asal Inggris, Prudential Life, belum lama ini.
Dalam pandangan CGI, pertumbuhan investasi yang lemah menjadi salah satu faktor utama yang mengekang pertumbuhan Indonesia. Investasi hanya tumbuh sebesar 2,2 persen pada tahun 2003, sementara rasio investasi terhadap PDB pada tahun 2003 turun 17,8 persen pada tahun 2003 atau terendah sejak tahun 1970-an.
Selain itu, mutu investasi juga mengundang keprihatinan karena bergeser ke investasi properti, seperti pembangunan pusat-pusat perbelanjaan dan apartemen yang justru hanya meningkatkan sektor konsumsi - bukan produksi.
Angka persetujuan investasi dalam negeri tahun 2004 menunjukkan bahwa tingkat investasi belum membaik. Sampai April lalu, nilai persetujuan investasi dalam negeri ini turun 28 persen dibanding periode sama tahun lalu. Sementara investasi asing turun 49 persen.
Sementara itu, kalangan bisnis di Indonesia masih merasa khawatir terhadap stabilitas makro ekonomi. Selain itu, ketidakpastian kebijakan dan peraturan serta tingkat korupsi yang tinggi di tingkat nasional maupun daerah juga mereka rasakan semakin membebani. Demikian hasil survei mengenai iklim investasi dan produktivitas yang dilakukan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap 700 perusahaan di Indonesia.
Survei itu dilakukan pada semester II/2003 sampai awal tahun 2004. Disebutkan, meski stabilitas makro ekonomi cukup meningkat, ketakutan atas ketidakstabilan masih menghantui investor.
Di lain pihak, perubahan laju inflasi dan nilai tukar rupiah dikhawatirkan berdampak terhadap operasional dan keuntungan perusahaan di Indonesia. Selain itu, ketidakpastian kebijakan juga dianggap telah menimbulkan suasana tidak kondusif bagi investor untuk meningkatkan investasi mereka di Indonesia.
Hampir separuh perusahaan yang disurvei mengatakan adanya ketidakkonsistenan dan kesulitan melakukan perkiraan. Itu bisa meningkatkan kesempatan bagi berbagai pihak melakukan korupsi. Disebutkan pula bahwa masalah perpajakan semakin membuat Indonesia tidak kompetitif dibanding negara lain, apalagi dengan mulai dilakukannya desentralisasi.
Secara terpisah, Ketua Sub Komisi BUMN dan Investasi Komisi V DPR Azwir Dainy Tara mengatakan, investasi di Indonesia tidak hanya lemah, tapi bisa dibilang nilainya nol. Hingga saat ini, katanya, investor hanya mendaftarkan izin investasi namun belum satu pun yang direalisasikan.
Menurut Azwir, investor cenderung bersikap melihat dan menunggu (wait and see) keadaan iklim investasi di Indonesia hingga dinilai kondusif. "Sekarang ini investor justru hanya bermain di investasi portofolio dan berspekulasi dengan bermain dolar AS untuk sekadar mencari keuntungan jangka pendek," katanya kepada Suara Karya di Jakarta, kemarin.
Di lain pihak, pengamat ekonomi Sri Adiningsih mengakui, rendahnya pertumbuhan investasi pada tahun ini tidak dapat mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja yang mencapai 2 juta orang per tahun. Untuk mengatasi itu, katanya, diperlukan pertumbuhan invesatasi dua digit atau minimal 10 persen.
Dengan pertumbuhan sebesar 4 persen tahun ini, papar Adiningsih, angkatan kerja masih banyak yang belum terserap. "Hanya sekitar 60 persen yang dapat diserap, dan sisanya sekitar 800.000 orang menumpuk dan menyumbang peningkatan pengangguran dari tahun ke tahun," ujarnya.
sumber: