BUMN Terbuka Berpeluang Diprivatisasi

BUMN Terbuka Berpeluang Diprivatisasi

 

JAKARTA (Media): Pemerintah menilai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang paling memungkinkan segera dilakukan privatisasi adalah perusahaan negara yang sudah go public atau terbuka.

Alasannya, dengan informasi kinerja perusahaan yang tercatat di bursa saham, proses privatisasi akan lebih mudah dan cepat.

Kementerian BUMN sendiri telah memiliki daftar sejumlah BUMN yang siap untuk diprivatisasi.

"Dari daftar itu, sebagian besar aset tidak bisa dijual pada semester dua 2005. Untuk itu, paling mungkin perusahaan publik," kata Menteri BUMN Sugiharto seusai rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Rabu (8/6) malam.

Privatisasi BUMN itu diperlukan untuk memenuhi target penerimaan pemerintah dari BUMN. Dalam APBN 2005, penerimaan dari laba BUMN tercatat sebesar Rp10,59 triliun. Target itu kemudian diturunkan dalam rancangan APBN Perubahan 2005 menjadi Rp8,9 triliun, sedangkan target privatisasi BUMN tetap Rp3,5 triliun.

"Dengan waktu yang tersisa enam setengah bulan, target itu dapat tercapai," kata Sugiharto.

Dia menjelaskan privatisasi BUMN itu akan dilakukan jika kesepakatan antara pemerintah dan DPR pada pembahasan APBN-P 2005 menetapkan harus dilakukan privatisasi untuk menutupi defisit APBN.

Meski mengakui telah memiliki sejumlah daftar BUMN untuk diprivatisasi, Sugiharto tidak menyebutkan mana yang akan diprioritaskan. "Kami belum sebutkan nama BUMN, dan berapa besar yang akan dijual karena bisa menjadi spekulasi."

Menteri BUMN optimistis sekalipun tanpa melakukan privatisasi BUMN, penerimaan BUMN dapat dicapai. "Sekarang asumsi APBN 2005 ditinjau lagi. Kami akan meminta agar privatisasi diganti dengan dividen," kata Sugiharto.

Target setoran Kementerian BUMN ke APBN 2005, kata dia, bisa dicapai dengan cara meningkatkan penerimaan dari dividen BUMN. BUMN yang memungkinkan untuk ditingkatkan penerimaan labanya adalah BUMN yang belum dicatatkan sahamnya di pasar modal.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank BNI Tbk, Sigit Pramono mengimbau penjualan saham pemerintah di Bank BNI sebaiknya ditunda sampai 2006 karena saat ini citra industri perbankan di pasar modal sedang memburuk.

"Sudah terlalu riskan kalau tahun ini. Misalkan menggunakan laporan keuangan Maret 2005, maka privatisasi baru bisa dilakukan Oktober atau November 2005, saat itu pasarnya sudah lesu," kata Sigit di Jakarta, kemarin.

Dengan pertimbangan kondisi itu, Sigit menilai lebih menguntungkan jika pelepasan saham dilakukan pada 2006. BNI juga akan melakukan penjajakan pasar untuk mengetahui minat investor. "Beberapa langkah strategis untuk menjajaki pasar, antara lain menerbitkan subdebt (surat utang subordinasi), yang juga menjadi saran penasihat keuangan kami," katanya.

sumber: