Bukit Suharto Tidak Akan Dibuka untuk Pertambangan Batu Bara

Bukit Suharto Tidak Akan Dibuka untuk Pertambangan Batu Bara

Kompas, 3 Juni 2005

Tenggarong, Kompas - Sebagian kawasan Taman Hutan Raya Bukit Suharto yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, tidak akan dibuka sebagai area pertambangan batu bara. Bukit itu akan dipertahankan sebagai kawasan konservasi. Kandungan batu bara di kawasan bukit tersebut mencapai sekitar 120 juta metrik ton.

Penegasan itu disampaikan calon terpilih Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani HR di Tenggarong, Kamis (2/6). Syaukani adalah Bupati Kutai Kartanegara periode 1999-2004.

Dari pemantauan Kompas, di sebagian wilayah Bukit Suharto-yang luasnya sekitar 110.000 hektar-sudah dibuka untuk tambang batu bara. Ini terlihat antara lain di ruas jalan antara Kota Samarinda dan Kecamatan Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara. Sementara Bukit Suharto yang ada di antara Kota Balikpapan dan Kota Samarinda sebagian sudah berubah menjadi perumahan penduduk dan perkebunan lada. Hanya di bagian tepi jalan yang terlihat rindang oleh pepohonan akasia. Sekitar 200 meter dari jalan raya sudah terhampar perkebunan lada.

Menurut Syaukani, pihaknya sangat serius melakukan kajian sosial, ekonomi, dan konservasi terhadap Bukit Suharto. Berdasarkan beberapa penelitian, di bagian bawah kawasan Bukit Suharto tersimpan cadangan batu bara yang melimpah, mencapai 120 juta metrik ton.

"Karena pemerintah sudah menetapkan Bukit Suharto sebagai kawasan konservasi, maka saya tidak akan merekomendasikannya untuk pertambangan batu bara," ujar Syaukani.

Apalagi, lanjutnya, kawasan Bukit Suharto menjadi obyek penelitiannya untuk meraih gelar doktor di Institut Pertanian Bogor. Judul disertasinya adalah Pengembangan Kebijakan Pemerintah di Bidang Konservasi: Studi Kasus di Bukit Suharto. "Karena itu selama saya menjadi bupati, Bukit Suharto akan aman," katanya.

Menurut Syaukani, dirinya banyak belajar dari kerusakan Taman Nasional Kutai. Begitu jalan raya yang melintasi Taman Nasional Kutai dibuka dan penduduk diperbolehkan menggarap lahan, kini kawasan konservasi tersebut rusak parah dan kayunya habis dibabat hingga ke wilayah inti. "Saya tidak mau kasus seperti itu terjadi di Kutai," ujarnya.

Menurut dia, masih banyak sumber untuk mengisi kas daerah. Jika cadangan minyak bumi Kutai Kartanegara habis, maka pertanian dan pariwisata akan dikembangkan dan menjadi andalan. Selain merusak lingkungan, royalti tambang batu bara lebih banyak masuk ke pemerintah pusat, sementara masyarakat di daerah hanya merasakan dampaknya.

sumber: