Bukit Asam Belum Terima Pemberitahuan Privatisasi

Penulis: Sidik Sukandar, Selasa (14/6).

JAKARTA--MIOL: Manajemen PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk mengaku belum menerima pemberitahuan resmi dari pemerintah soal rencana privatisasi BUMN di sektor pertambangan, meskipun BUMN masuk dalam daftar prioritas privatisasi.

"Sampai sekarang, belum ada signal (privatisasi), baik secara lisan maupun tulisan kepada kami," katanya Direktur Utama PT Bukit Asam Ismet Harmaini usai RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) di Jakarta, Selasa (14/6).

Karena itu, tegas Ismet, perseroan saat ini belum memasukkan rencana privatisasi ke dalam rancangan kerja anggaran tahunan (RKAT) 2005 ini. Namun, lanjutnya, bila nantinya pemerintah memutuskan untuk melakukan privatisasi terhadap PT Bukit Asam, maka dibutuhkan waktu setidaknya tiga bulan untuk mempersiapkan proses privatisasi.

Seperti diketahui, Menteri Negara BUMN Sugiharto menyebutkan, sektor pertambangan dan perbankan masuk dalam daftar prioritas privatisasi untuk memenuhi setoran penerimaan pemerintah pada tahun ini. Namun, pelaksanaan privatisasi masih menunggu waktu yang tepat.

Pada tahun 2002, pemerintah telah melakukan privatisasi atas PT Tambang Batu Bara Bukit Asam melalui penjualan saham perdana (IPO) sebesar 35%.

Sehingga, sampai saat ini pemerintah masih menguasai sekitar 67% saham di perseroan itu.

Sementara itu, Deputi Menteri BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi Roes Ariawidjaja mengatakan, privatisasi BUMN di sektor pertambangan sangat mungkin dilakukan sebagai prioritas utama bagi pemerintah.

"Privatisasi perusahaan BUMN di sektor pertambangan itu mungkin. Tapi, kita belum tahu yang mana," katanya.

Pada kesempatan itu, Ismet juga menyatakan bahwa PT Bukit Pembangkit Innovative (BPI) ditetapkan sebagai pemenang tender pembangunan PLTU Mulut Tambang Banjarsari di Sumatera Selatan. Diharapkan PLTU itu akan mulai beroperasi awal tahun 2009.

"PT BPI ditetapkan sebagai pemenang tender melalui surat PLN Nomor: 09/180/PAN-MITRA/2005 tanggal 18 Mei 2005. Dengan demikian pembangunan PLTU Banjarsari dijadwalkan mulai tahun ini juga, dan akan mulai beroperasi awal tahun 2009," katanya.

Dia menjelaskan, 40% saham PT Bukit Pembangkit Innovative (BPI) dimiliki oleh PT Bukit Asam, 20% oleh PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), dan 39% oleh PT Navigat Innovative Indonesia (NII).

"Kebutuhan investasi proyek PLTU Banjarsari ini sekitar US$270 juta atau setara Rp2,565 triliun. Dana itu, sebesar 30% akan diambil dari modal sendiri dan 70% dari pinjaman," kata Ismet.

Sedangkan seluruh kebutuhan batubara untuk PLTU itu akan dipasok dari Bukit Asam, yakni sekitar 1,15 juta ton batubara per tahun.

Sedangkan, mengenai rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Banko Tengah dengan kapasitas 4 x 600 mega watt yang akan dibangun di Banko Tengah, Tanjung Enim, Sumatera Selatan saat ini masih dalam tahap persiapan pembentukan perusahaan patungan.

Pembentukan perusahaan patungan yang terdiri PT Bukit Asam dengan kepemilikan saham 20%, PT Indika yang merupakan perusahaan patungan antara PT PLN dan PT Prakarsa Mitra Setia sebesar 25%, dan China Huadian Corp sebesar 55%.

Menurut Ismet, kebutuhan investasi untuk PLTU Banko Tengah ini sebesar US$2 miliar atau sekitar Rp19 triliun. "Seluruh kebutuhan batubara untuk PLTU ini akan dipasok dari Bukit Asam yakni sekitar 10 juta ton per tahun. Dan diperkirakan PLTU ini akan mulai beroperasi tahun 2009," katanya.

Angkutan KA

Ismet mengatakan pengambangan produksi batubara PT Bukit Asam sangat tergantung dari kapasitas angkutan kereta api dari Tanjung Enim ke Pelabuhan Tarahan di Lampung, dan Dermaga Kertapati di Palembang.

Kapasitas angkutan kereta api menuju pelabuhan dan dermaga itu pada 2004 lalu sekitar 8,4 juta ton.

Sementara, kapasitas terpasang dari infrastruktur yang ada di tambang Bukit Asam diap untuk memproduksi batubara sampai 20 juta ton/tahun.

Untuk menghadapi kendala tersebut, kata dia, dibentuk program Kerjasama antara PT Bukit Asam, PT Indonesia Power (operator PLTU Suralaya yang menyerap sebagian besar produksi Bukit Asam, dan PT Kerata Api Indonesia (KAI).

"Melalui program itu telah dikeluarkan dana Rp29 miliar untuk memperbaiki sarana dan prasarana kereta api," kata Ismet. (OL-1)

sumber: