Berebut Proyek Geothermal Sarulla

Berebut Proyek Geothermal Sarulla

Investasi, 20 Mei 2005

 

 

Kandidat operator pembangkit litrik tenaga panas bumi (PLTP) di Sarulla, Sumatera Utara, gentar karena patokan harga jual yang tinggi. PLN mengaku siap mengoperasikan sendiri.

 

Masyarakat Sumatera Utara, khususnya daerah Tapanuli Utara, boleh merenda harapan bahwa problem pasokan tenaga listrik yang selama ini mereka hadapi, segera ada solusinya. Pemerintah, lewat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), tengah menawarkan satu lapangan sumber panas bumi di Sarulla, Sumatera Utara, kepada calon investor untuk dikembangkan menjadi pembangkit listrik geothermal atau tenaga panas bumi.

Investor yang masuk dalam short listed bidder telah ditetapkan. Perusahaan migas nasional, PT Medco Energi Internasional Tbk, akan bersaing memperebutkan proyek itu dengan anak perusahaan PLN dan Pertamina, PT Geo Dipa Energi. Keduanya ditetapkan sebagai calon pengembang PLTP Sarulla, dinyatakan lolos pada seleksi awal.

Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN, Ali Herman Ibrahim, mengatakan, proses tender PLTP berkapasitas 330 megawatt ini awalnya diikuti sepuluh perusahaan yang bergerak di sektor energi. PLN kemudian menunjuk dua perusahaan yang masuk short listed, setelah proses negosiasi harga. PLN, ujar Ali Herman, menginginkan harga jual listrik di bawah 4,8 sen dolar per kilowatt hour (Kwh). Sementara dua perusahaan peminat menawarkan harga di atas 5,0 sen dolar AS per Kwh. Penunjukan langsung akan terajadi jika ada perusahaan yang mampu mengamini keinginan PLN.

Skenario optimistis boleh saja ada pada pihak PLN. Namun para kandidat operator ternyata harus menghitung ulang nilai keekonomian berdasarkan harga jual yang ditetapkan PLN. Pihak Medco sempat begitu optimistis akan terlibat dalam proyek PLTP Sarulla. "Tendernya sudah selesai, dan kalau dilihat dari hasilnya, kita yang terbaik," ujar Chief Executive Officer Medco Energi, Hilmi Panigoro kepada Investor pada awal April lalu.

Namun, ketika dikonfirmasi saat paparan publik perseroan yang digelar akhir April lalu, Hilmi justru sangat hati-hati menanggapi tender tersebut. Ia malah menekankan kembali bahwa bisnis inti yang dijalankan Medco adalah eksplorasi dan produksi (E & P) minyak dan gas. "Sampai sekarang kita belum punya operasi geothermal. Kita melihat Wayang Windu, Sarulla, semuanya masih di atas meja. Dan itu saya belum tahu kemungkinannya berapa persen (keberhasilannya)," ujarnya menjawab pertanyaan Investor.

Pengembangan pusat listrik tenaga geothermal menurut Hilmi merupakan pengalaman baru bagi Medco. Itu sebabnya Medco menganggap perlu menggandeng mitra kerja. Sejauh ini, kata Hilmi, ada tiga sampai empat perusahaan yang berminat untuk berkolaborasi dengan Medco.

Pertimbangan utama Medco di Sarulla, adalah harga jual. Bukan tidak mungkin Medco mengurungkan niat jika hasil pengkajian atas harga yang ditetapkan PLN tak cukup menutup risiko dan memberikan yield menarik. "Saya sebut saja bahwa kita sedang mengevaluasi untuk mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi pada skala harga tertentu. PLN menyebutkan bahwa mereka tidak akan consider harga di atas 4,8 sen dolar AS. Kalau itu tidak masuk dalam hitungan kita, ya kita nggak akan masukin (tawaran)," ujarnya.

Sementara itu rival Medco dalam bidding, PT Geo Dipa Energi masih optimistis bakal terlibat dalam proyek Sarulla. Seperti dikemukakan Corporate secretary Geo Dipa, Dadang Syarief, pihaknya masih berharap bisa terus ikut dalam pengembangan Sarulla. Dipastikan Geo Dipa akan memasukkan kembali penawaran harga ke PLN sebelum tenggat akhir 11 Mei 2005.

Menurut Dadang, tawaran Geo Dipa sebelumnya merupakan angka terbaik. Itu sebabnya pihaknya optimistis bakal ada titik temu dengan PLN. "Angka dari kita dulu merupakan angka yang paling baik lah, dan kita masih ingin ikut. Kan nanti ada negosiasi lagi dengan PLN," ujar Dadang.

Tekad PLN

Seperti diberitakan, PT PLN telah menggelar tender pengembangan PLTP ini sebanyak dua kali. Kecil kemungkinan akan ada tender ulang. Namun PLN masih memberikan kesempatan pada dua calon operator untuk memasukkan tawaran harga baru.

Diungkapkan Ali Herman, pihaknya tetap menginginkan agar kandidat operator bisa memberikan tawaran harga jual di bawah 5,0 sen dolar AS. Biaya pengembangan pun diharapkan di bawah HPS (harga perkiraan sendiri). Biaya pengembangan diperkirakan sekitar sekitar 600 juta dolar AS, karena untuk menghasilkan tenaga listrik satu mega watt dari panas bumi dibutuhkan investasi dua juta dolar.

Ketika ditanyakan kemungkinan dua kandidat bakal mundur, Ali Herman dengan tegas menyatakan bahwa PLN sendiri akan mengoperasikan PLTP Sarulla. "Ya kita kerjakan sendiri. PLN sebagai operator," ujarnya.

Jika harus mengembangkan PLTP Sarulla, kata Ali Hermain, PLN melaksanakannya secara bertahap. Tahap pertama, dengan kapasitas listrik sebesar 100 mega watt misalnya, PLN akan mengembangkan electrical power serta turbin lebih dahulu. "Itu bertahap, setiap 100 mega sampai 300 mega. Seratus mega itu steam-nya dan pengembangan electrical power-nya, turbin, kira-kira dua juta dolar per mega," paparnya.

Kendati demikian, ia tidak menjelaskan dari mana sumber pendanaan akan diperoleh PLN. Pasalnya sejak tahun 2002, perusahaan pemerintah ini terus merugi. Pada tahun 2003 saja tercatat kerugian sebesar Rp 3,6 triliun. Berdasarkan data dari situs PLN.co.id, kerugian yang harus diemban PLN pada semester I 2004 tercatat Rp 3,73 triliun.

Mimpi tentang pasokan listrik dari Sarulla sebenarnya pernah membayangi masyarakat Tapanuli Utara. Unocal North Sumatra Geothermal Ltd, anak perusahaan Unocal Corp yang bermarkas di El Segundo, California, Amerika Serikat, pernah berniat membangun pusat listrik geothermal di sana. Namun mimpi itu kemudian melayang ketika Unocal sebagai pengembang mengalami kesulitan dana pasca krisis moneter 1998. Harga listrik yang ditawarkan Unocal pun terlalu tinggi, karena investasi yang cukup besar pada proyek itu. Unocal yang saat itu bermitra dengan Pertamina, membutuhkan dana sekitar 600 juta dolar. Sebesar 70 persen diharapkan bisa diperoleh dari pinjaman bank. Sementara dana yang sudah dikeluarkannya sejak awal pembangunan, tahun 1993, sudah mencapai 80 juta dolar AS.

Dengan alasan harga listrik yang tinggi itu, PLN kemudian mengambil alih proyek PLTP Sarulla. Unocal akhirnya bersedia menerima tawaran buy out PLN pada November 2003. Unocal setuju menerima dana buy out sebesar 60 juta dolar AS.

Pertamina dan Unocal pernah mengeksplorasi Blok Sarulla pada periode 1993 –1998. Berdasarkan penemuan dan penilaian cadangan sistem panas bumi pada 13 sumur di Sibualbuali Timur, Silangkitang dan Namora –I-Langit, ditemukan cadangan terbukti yang mampu menghasilkan tenaga listrik 330 megawatt selama 30 tahun.

Empat sumur panas bumi Eastern Sibualbuali dinyatakan produktif dengan sistem panas bumi bertemperatur maksimal 267°C, dan temperatur zona produksi 218-248°C. Lima sumur lagi dibor di lapangan Silangkitang, yang terbentang sepanjang garis Celah Sumatera. Dari dua sumur saja, ditemukan zona kuat aliran fluida bersuhu hingga 310°C. Sumur berdiameter besar di zona tersebut dipastikan mampu menghasilkan fluida untuk menghasilkan listrik sebesar 50 megawatt.

Di lapangan Namora-I-Langit juga telah dibor sebanyak empat sumur yang mampu menghasilkan fluida bertemperatur di atas 260°C, dengan maksmimum suhu terukur 276°C

 

 

sumber: