Batu Bara Ombilin Pilar Pembangunan yang Jadi Ancaman
Kompas, "HEBOH" batu bara Ombilin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, sejak dimulainya era reformasi sampai sekarang masih belum berakhir. Persoalan datang silih berganti. Pernah terjadi beberapa kali ledakan gas metana karena kawasan barrier pillar (pillar robbing) dikuras masyarakat dan ancaman itu kini mengintai.
LALU, sejak beberapa tahun terakhir, ada lebih dari seratus orang yang mati terkubur karena melakukan penambangan dalam tanpa izin dan tanpa memerhatikan masalah keselamatan kerja.
PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk-Unit Pertambangan Ombilin (UPO) nyaris berhenti berproduksi, sampai-sampai mempensiun-dinikan ratusan karyawan sejak dua tahun terakhir. Alasannya, tambang terbuka sudah habis, sementara tambang dalam perlu investasi tinggi.
Penambangan rakyat atau penambangan tanpa izin (peti) terus berproduksi, namun batu bara yang dihasilkan tidak sebagus dan sebersih yang dihasilkan UPO. Karena tak ada pilihan lain, dua BUMN, yaitu PT Semen Padang (Persero) dan PT PLN (Persero) Kitlur Sumbagsel unit PLTU Ombilin, yang terpaksa membeli batu bara tersebut mengalami gangguan kerusakan mesin sehingga terjadi gangguan produksi semen dan listrik.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan
Gubernur Sumbar Zainal Bakar, pertengahan Januari 2004 sudah menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, bagaimana bisa menjamin kontinyuitas pasokan batu bara untuk PT Semen Padang dan PT PLN dengan merealisasikan investasi tambang dalam PT Tambang Batubara Bukit Asam-UPO.
Zainal menjelaskan, pengguna batu bara terbesar di Sumbar adalah PT Semen Padang dan PT PLN (PLTU Ombilin), mencapai lebih kurang 1,4 juta ton per tahun. Untuk mencapai target produksi semen sebanyak 5 juta ton per tahun, PT Semen Padang membutuhkan lebih kurang 850.000 ton batu bara. Selama empat tahun terakhir ini, PT Semen Padang telah mendatangkan batu bara dari
"Sedangkan PT PLN (PLTU Ombilin), untuk mengoperasikan pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang 200 MW memerlukan batu bara sebanyak lebih kurang 550.000 ton per tahun. Keberadaan PLTU Ombilin sangat penting karena merupakan pembangkit yang terbesar kapasitasnya dalam sistem interkoneksi Sumbar-Riau-Jambi-Sumbagsel," paparnya.
Gubernur juga menegaskan bahwa PT Tambang Batubara Bukit Asam-UPO saat ini sudah menghentikan kegiatan tambang terbukanya dan melanjutkan penambangan dengan sistem tambang dalam untuk menambang cadangan batu bara tertambang sejumlah lebih kurang 43 juta ton.
Tanpa didukung tambahan investasi, PT Tambang Batubara Bukit Asam-UPO dengan tambang dalam diperkirakan hanya mampu berproduksi sebanyak 80.000 sampai 100.000 ton pada tahun 2004.
Mengingat investasi untuk pengembangan tambang dalam cukup besar (antara 24 juta sampai 110 juta dollar AS), PT Tambang Batubara Bukit Asam-UPO telah mengusahakan kerja sama dengan pihak lain, di antaranya dari
"Dengan adanya kendala investasi yang dihadapi PT Tambang Batubara Bukit Asam- UPO ini, kemungkinan akan terjadi kekurangan pasokan batu bara untuk memenuhi kebutuhan PT Semen Padang dan PT PLN (PLTU Ombilin) di masa mendatang. Karena batu bara hasil tambang rakyat makin lama makin menurun. Selain itu, batu bara yang dibutuhkan untuk industri semen dan pembangkit listrik tersebut adalah batu bara yang memiliki kualitas yang cukup tinggi," kata Zainal Bakar.
KENAPA investasi untuk tambang batu bara Ombilin itu sangat diharapkan Gubernur Sumbar? Persoalannya, kata Zainal, bukan sebatas persoalan-persoalan fisik, potensi batu bara, nilai ekspor, tetapi yang tak kalah pentingnya adalah masalah ketergantungan sebagian masyarakat kita yang hidup dari tambang Ombilin serta nilai-nilai sejarah yang dikandungnya.
"Kehadiran tambang batu bara Ombilin di Kota Sawahlunto, sejak 112 tahun lalu, merupakan suatu titik penting dalam sejarah perekonomian kolonial di Sumbar. Pemerintah Kolonial berpendapat, jika tambang batu bara dibuka, terbukalah jalur kereta api dan Pelabuhan Teluk Bayur yang diikuti dengan peningkatan aktivitas ekonomi. Belanda menyebutnya sebagai paket tiga serangkai, yakni tambang batu bara, jalur kereta api, dan Pelabuhan Teluk Bayur," katanya.
Di era otonomi, tentu saja setiap potensi yang dimiliki daerah menjadi amat penting dan berarti, seperti halnya tambang batu bara Ombilin ini. Apalagi yang berkaitan dengan potensi sumber daya energi, yang makin lama menjadi makin langka karena termasuk sumber daya yang tidak bisa diperbarui.
Seiring dengan pelaksanaan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap potensi yang dimiliki daerah menjadi titik perhatian untuk dijadikan sebagai bagian dari upaya memperkuat kewenangan.
Menurut Zainal, ditinjau dari kontribusi terhadap pendapatan asli daerah sebagai bagian dari sumber dana langsung untuk pembiayaan pembangunan, ternyata penerimaan daerah dari iuran kuasa pertambangan, baik dari pertambangan Ombilin maupun dari pemegang kuasa tambang lainnya, seperti pada tahun 1999/2000 mencapai Rp 7,161 miliar atau sekitar 16,23 persen dari pendapatan asli daerah pada tahun yang sama, nilai ini cukup berarti bila dikaitkan dengan kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan di era otonomi daerah.
Secara terpisah, Wakil Wali Kota Sawahlunto Fauzi Hasan menambahkan, di samping itu, yang tak kalah pentingnya adalah berbagai fasilitas yang tersedia akibat kehadiran tambang Ombilin. Berbagai fasilitas yang ada saat ini di Kota Sawahlunto antara lain rumah sakit, sekolah, jalur kereta api, tempat ibadah, sarana olahraga, pasar, pusat pendidikan dan pelatihan, serta kesempatan kerja.
"Dengan jujur harus kita akui bahwa keberadaan Kota Sawahlunto merupakan akibat langsung dari adanya tambang batu bara Ombilin sehingga banyak hal dari Kota Sawahlunto identik dengan Kota Pertambangan," katanya.
Bahkan, dari peta Kota Sawahlunto, yang diperlihatkan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumbar Bambang Istijono, digambarkan bahwa dari 23.000 hektar luas Kota Sawahlunto, sekitar 18.000 hektar di antaranya merupakan kawasan pertambangan Ombilin.
"Jadi, tambang batu bara Ombilin tidak saja berarti bagi Kota Sawahlunto, tetapi juga cukup berarti bagi Provinsi Sumbar. Tambang batu bara Ombilin telah menjadi bagian dari trade mark Sumbar di masa lalu dan sebagai bagian dari potensi ekonomi nasional," katanya.
Dengan mempertahankan keberadaan tambang Ombilin berarti turut mendorong posisi tawar Sumbar di mata pusat dalam era otonomi.
MENURUT ahli ekonomi dari Universitas Andalas,
Alasannya, pertama, batu bara merupakan hasil pertambangan terpenting bagi Sumbar. Tanpa batu bara, pertambangan di Sumbar hampir tak ada sama sekali. Batu bara telah menyumbang ke dalam pendapatan daerah dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Kedua, eksistensi Kota Sawahlunto; tanpa batu bara, tidak ada Kota Sawahlunto. Pertambangan batu bara merupakan pendapatan dominan bagi pemerintah daerah dan bagi masyarakat.
Ketiga, kehadiran pabrik semen sebagai hasil industri terpenting bagi Sumbar. Kelima, batu bara sebagai penghasil devisa. Makin lama batu bara hadir di dalam perekonomian Sumbar, maka hal itu akan memberikan faedah yang semakin lama pula di dalam mendorong dan menghasilkan manfaat dalam bentuk kelima faktor tersebut.
"Namun, bila batu bara habis secara mendadak, kelima faktor tersebut akan mengalami resesi secara mendadak pula. Karena itu, di dalam perekonomian batu bara yang perlu dipikirkan tidak hanya kehadiran batu bara sebagai benda ekonomi yang menghasilkan kekuatan, tetapi juga kehidupan bila batu bara habis sama sekali," katanya.
Berakhirnya tambang batu bara, jelas merupakan ancaman yang harus dipikirkan oleh semua pihak. Banyak sudah ketergantungan pada keberadaannya.