Batu bara Indonesia sulit bersaing di pasar Eropa


Batu bara Indonesia sulit bersaing di pasar Eropa
 
JAKARTA (Bisnis): Kamis, 05/02/2004-Produsen batu bara nasional diketahui sulit bersaing di Uni Eropa akibat meningkatnya biaya pengapalan. Padahal kawasan tersebut saat ini menjadi bursa batubara terbesar di dunia.

Direktur Batubara Masyarakat Indonesia, Singgih Widagdo, mengatakan kenaikan biaya angkut (freight cost) batu bara saat ini, dipicu oleh kondisi makro perdagangan internasional antara lain meningkatnya impor bijih besi (iron ore) oleh Cina.

Dengan pertumbuhan ekonomi 8,2% per tahun, menurut dia, Cina harus meningkatkan impor bijih besi sekitar 25%. Tahun lalu saja, katanya, realisasi impor bijih besi negara Tirai Bambu itu mencapai 140 juta ton.

"Kondisi itu, membuat perdagangan batu bara dunia terkena dampaknya. Angkutan laut terkonsentrasi ke Cina, sehingga biaya angkut [dari kapal yang tersisa] menjadi sangat tinggi, " ujarnya kepada Bisnis kemarin.

Buat produsen batu bara Indonesia, menurut dia, kenaikan biaya angkutan laut tadi membuat diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Eropa terhambat. Sebab selain angkutan mahal, kata Singgih, posisi geografis dari lokasi pelabuhan di Indonesia yang terpencar menjadi kendala untuk memperbesar volume ekspor.

"Jadi berat bagi Indonesia untuk bersaing langsung di pasar Eropa, khususnya dengan negara produsen lain yang lebih dekat jaraknya seperti Kolumbia, Afrika Selatan, dan Rusia," tandasnya.

Selain faktor angkutan, lanjutnya, hambatan lain yang membuat Indonesia sulit bersaing di pasar Eropa adalah kategori produk. "Pasar Eropa umumnya membutuhkan batu bara yang mempunyai nilai kalori tinggi. Sedangkan batu bara dari negara kita umumnya berkalori rendah dan sedang."

Data Barlow Jonke menyebutkan impor batu bara Uni Eropa tahun lalu mencapai 133 juta ton atau tertinggi di dunia. Negara pengimpor terbesar berikutnya ditempati oleh Jepang (100 juta ton), Korsel (50 juta ton) dan Taiwan (45 juta ton).

Dengan berbagai kendala tadi, Singgih melihat pasar Asia Tenggara dan Asia Timur-yang selama ini menjadi pasar tradisional bagi Indonesia-tetap menjadi pilihan untuk penjualan batu bara nasional. (if)

 
 

sumber: