BANYAK KEPENTINGAN BERMAIN DI PASIR TIMAH

 

Jumat, 27 Februari 2004, Sabtu  lalu patroli keamanan laut TNI AL kembali mengamankan sebanyak 12 truk berisi pasir timah saat memasuki Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Truk-truk itu diangkut oleh Kapal Motor Srikandi Line dan KM Senopati yang berangkat dari Pelabuhan Pangkalanbalam, Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Peristiwa penyelundupan pasir timah melalui pelabuhan resmi tersebut bukan sekali ini saja terjadi.

Bagaimana sebuah pelabuhan resmi dapat meloloskan truk berisi pasir timah, sementara di dalam dokumennya truk-truk itu disebutkan dalam keadaan kosong?

Pertanyaan itu bisa mengundang jawaban sinis: pasti ada permainan oleh oknum petugas pelabuhan! Kejadian semacam itu hanyalah kepingan kecil dari banyak peristiwa serupa yang menjadi potret kondisi dalam pengawasan pengelolaan dan perniagaan timah di Tanah Air. Aparat pemerintah yang seharusnya menjadi pengawas penegakan hukum justru ikut bermain dalam penyelewengan pasir timah.

Tim gabungan operasi timah pun kerap menghadapi kondisi serupa. Pada operasi pencegatan di sejumlah pos, awal Januari 2004, mereka memergoki rombongan truk pengangkut pasir timah yang dikawal oleh oknum aparat. Namun, institusi kepolisian dan militer membantah bahwa ada anggotanya terlibat dalam upaya penyelundupan pasir timah.

"Sampai saat ini saya belum menerima laporan keterlibatan anggota dalam kasus pasir timah," ujar Kepala Pusat Polisi Militer Kapten CPM Hasanuddin Siagian.

Di depan Markas Polisi Militer yang berada di tepi Jalan Raya Pangkalpinang-Mentok, teronggok lima truk berisi puluhan ton pasir timah. Siagian menyebutkan, truk-truk tersebut dititipkan oleh Pemkab Bangka sampai proses verifikasi tentang asal-usul pasir timah jelas.

"Tanyakan saja kepada pemkab, kenapa memilih menitipkan truk-truk itu di sini," tukas Siagian.

Kepala Kepolisian Daerah Bangka Belitung Komisaris Besar Erwin Tobing menyebutkan pula, kehadiran aparat keamanan dalam pengawalan truk pengangkut pasir itu atas permintaan pengusaha yang bersangkutan.

"Pasir timah itu kan nilainya tinggi, tentu saja perlu dikawal. Tetapi, jangan lantas dibilang mereka mengawal pasir timah yang akan diselundupkan. Cek dulu dong surat-suratnya, mau dibawa ke mana barangnya," kata Tobing.

Tim gabungan operasi penertiban timah yang terdiri atas unsur pemerintah daerah (pemda), kepolisian, militer, dan PT Timah dibentuk dengan pertimbangan kondisi lapangan yang memerlukan pendekatan dari berbagai sisi. Jika ditemui pelanggaran terhadap peraturan daerah, ada unsur Satpol PP sebagai perwakilan pemda. Apabila pelanggaran sudah sampai tindak pidana, menjadi wewenang polisi untuk menanganinya.

Akan tetapi, para anggota tim sering kali merasa "frustrasi" ketika menghadapi kasus yang sulit dijangkau.

"Kami sebenarnya sudah tahu posisi gudang-gudang besar yang menjadi tempat penimbunan pasir timah yang akan diselundupkan. Siapa pemiliknya pun sudah menjadi rahasia umum. Tetapi, kalau digerebek percuma saja, karena sebentar sudah ada jenderal dari Jakarta yang telepon, malah kami yang repot," tutur seorang anggota tim operasi gabungan.

Maka, meskipun ada enam anggota Brimob bersenjata organik lengkap yang siap mengamankan tugas tim gabungan, gudang-gudang besar di Desa Nelayan I yang tidak jauh dari Pelabuhan Balai Karya milik PT Timah itu tetap tidak tersentuh.

Tarik-menarik kepentingan antar-unsur di dalam tubuh tim itu juga tak terhindarkan. Insentif PT Timah kepada anggota tim berupa komisi, apabila pasir timah yang berhasil diamankan benar berasal dari KP Timah. Ini mendorong setiap anggota tim berupaya agar timah yang berhasil disita langsung dibawa ke gudang milik PT Timah. Tentu dengan harapan permasalahannya cepat selesai sehingga insentif mereka cepat turun.... (dot)

sumber: