Bangka Belitung sepakat atasi PETI
Bangka Belitung sepakat atasi PETI
Bisnis, 19 Mei 2005
ÂÂ
Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Simon Felix Sembiring mengatakan kesepakatan dengan pemerintrah daerah tersebut telah dicapai pada 20 Maret di Pangkalpinang.
"Dari pertemuan tersebut dicapai empat kesepakatan antara lain pemerintah kabupaten tidak lagi mengeluarkan izin baru bagi smelter swasta," ujarnya baru-baru ini.
Selain itu, smelter (pabrik peleburan) swasta diwajibkan membayar royalti, penertiban dan penataan tambang inkonvesional, serta pemberian brand terhadap balok-balok timah yang diproduksi oleh smelter swasta.
Khusus untuk mengatasi masalah balok timah tanpa brand produksi smelter swasta, Simon mengusulkan dibentuk sebuah konsorsium, yang terdiri dari PT Timah, PT Kobatin, para pemilik smelter swasta, dan perusahaan daerah.
"Bisa saja dibangun smelter baru menggantikan smelter-smelter swasta yang sudah ada di mana pemegang sahamnya terdiri dari dari PT Timah, PT Kobatin, para pemilik smelter swasta dan Perusda." Atau dibangun smelter baru di mana nantinya balok-balok timah tanpa brand asal pabrik peleburan swasta dilebur lagi di smelter yang dibangun oleh konsorsium dan kemudian diberi brand.
Dirjen GSDM menuturkan penataan terhadap smelter swasta haruslah mencakup juga penataan terhadap peti atau yang juga dikenal sebagai tambang inkonvensional.
Sebab sudah bukan rahasia umum lagi, pasokan bijih timah ke smelter swasta berasal dari peti.
Padahal, lanjut Simon, untuk bisa membangun smelter, pengusaha smelter harus memiliki kuasa pertambangan (KP). Atau paling tidak, bijih timahnya berasal dari pemilik KP.
Sejak reformasi
Sementara itu, Dirut PT Timah Thobrani Alwi mengungkapkan peti di wilayah pertambangan timah BUMN itu, bermunculan sejak datangnya era Reformasi.
Waktu itu, katanya, banyak masyarakat yang beralih mata pencaharian dari menanam lada menjadi penambang timah karena keuntungan yang diperoleh jauh lebih tinggi.
Sekali pun telah diterbitkan dua aturan pemerintah melalui Kepmenperindag pada 2001 dan 2003 tentang larangan ekspor bijih timah dan pekatannya, kegiatan peti di Bangka Belitung tetap saja marak. Malahan, selain peti, kini di Pulau Bangka, mulai bermunculan smelter swasta yang jumlahnya diperkirakan 15-20 unit.
Thobrani mengemukakan sekali pun sudah ada larangan mengeskpor bijih timah, kegiatan penyelundupan bijih timah masih saja tetap terjadi.
Mereka mengakalinya dengan mengantongi Surat Izin Perdagangan Antar Daerah (SIPAD). Bijih timah asal Bangka dikirim terlebih dahulu ke Jakarta, Tangerang, dan Surabaya baru kemudian diekspor.
"Yang mesti menindak kegiatan peti, mengawasi smelter, dan penyalahgunaan SIPAD adalah pemerintah. PT Timah dalam hal ini merupakan korban dari maraknya kegiatan itu," ujar Thobrani.
Beberapa areal wilayah operasi PT Timah yang sudah direklamasi, dibongkar lagi oleh peti. Hal ini, kata Dirut PT Timah, sangat merugikan karena lahan bekas penambangan timah yang sudah hijau dan ditumbuhi pepohonan, saat ini telah berubah menjadi lubang-lubang bekas penambangan timah yang dilakukan oleh peti. "Kondisinya sangat memprihatinkan."
sumber: