Asumsi Yang perlu Diubah

Ada berbagai asumsi dasar yang perlu di ubah dalam cara kita memandang sumberdaya alam kita. Selama ini bahkan semanjak masuk ke sekolah dasar, anak-anak Indonesia di ajarkan bahwa Indonesia negara yang kaya dengan segala macam kekayaan alam yang seolah tiada habisnya. Bahkan di dalam sejumlah acara atau tayangan bahkan wawancara, sering ditayangkan bahwa seolah kita masih memiliki kekayaan minyak dan gas bumi yang amat besar, padahal faktanya sejak beberapa tahun silam Indonesia telah turun derajat menjadi net oil importer. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya Indonesia masih perlu impor minyak bumi.

Minyak bumi, gas,  batubara dan mineral adalah cadangan fosil yang masuk kategori sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Jumlahnya terbatas, contohnya batubara Indonesia saat ini dari sisi sumberdaya sebesar 104 miliar ton dan cadangan sebesar 21 miliar ton. Kalau dari sisi peringkat dunia  cadangan yang batubara Indonesia yang dianggap mineable hanya sekitar 0,5% saja.
Oleh karena itu upaya optimalisasi manfaat dari bahan galian yang tidak terbarukan ini menjadi sesuatu yang amat strategis.

Bagaimana optimalisasinya?

Optimalisasi manfaat tersebut sebenarnya seharusnya sudah dimulai dari sejak merencanakan bahan galian tersebut untuk dijadikan apa, selama bahan galian tersebut digali atau ditambang sampai dengan sesudah bahan galian tersebut manfaatnya harus berkelanjutan. Ini adalah bagian dari prinsip pemanfaatan sumberdaya alam, dalam hal ini mineral dan batubara, secara berkelanjutan.  Hal ini menjadi sebuah tantangan bersama para pihak, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat untuk bersama-sama mencapai tujuan besar tersebut.

Berkali-kali sudah disebut bahwa UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan hal yang amat penting yaitu mendorong nilai tambah seoptimal mungkin. Nilai tambah itu apa? muali dari pengolahan dan pemurnian, peningkatan tenaga kerja, mendorong peran barang dan jasa lokal, sampai dengan upaya pengembangan masyarakat itu semua adalah nilai tambah pertambangan. Hanya saja, salah satu fokus yaitu pengolahan dan pemurnian perlu menjadi salah satu pusat perhatian dan kesungguhan para pihak untuk merealisasikannya. Ini ada kaitannya dengan daya saing bangsa kita ditengah kancah persaingan global. Bagaimana pola pasar dunia mengendalikan dan mengontrol arus barang mentah. Perlu ada perubahan mendasar dalam menghadapi arus ini dengan sebuah kebijakan lintas sektor yang cukup kuat. Ujungnya adalah daya saing nasional. Intinya bagaimana produk nasional Indonesia bisa berbicara dikancah dunia, minimal untuk domestik kita tidak impor tapi hasil produk dalam negeri sendiri.

edpraso

sumber: