Arutmin Rugi 10 Juta Ton Akibat Peti

Arutmin Rugi 10 Juta Ton Akibat Peti

Satui, BPost
Perusahaan pertambangan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu dan Tanah Laut, Kalimantan Selatan, PT Arutmin Indonesia (AI) mengklaim kerugian perusahaannya akibat kegiatan penambangan tanpa ijin (Peti) capai 10 juta ton pertahun.

"Dalam empat tahun terakhir ini sedikitnya 65 Peti beroperasi di wilayah konsesi PT. AI dan kerugian ditaksir mencapai 10 juta ton batu bara pertahun," kata Wakil Manajer Tambang PT. Arutmin wilayah Tambang Satui, Sudirman Widhy Hartono, Kamis (5/5).

Sebanyak 65 penambang liar yang beroperasi di seluruh lahan konsesi Arutmin seperti lahan Senakin sebanyak 15 Peti selebihnya, kurang lebih 50 peti di lahan Satui, Batulicin, dan Kintap.

Didampingi Humas PT Arutmin Indonesia, Zainuddin Lubis, kepada wartawan yang meninjau langsung kegiatan peti di wilayah tambang Satui, Sudirman menambahkan kerugian itu hanya dihitung kerugian tambang batu bara (bara) yang dicuri di wilayah Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

"Belum lagi kerugian yang dialami perusahaan akibat kerusakan lingkungan yang perlu dilakukan rehabilitasi oleh PT. AI di lokasi bekas tambang yang ditinggalkan peti," katanya.

Umpamanya saja, tertinggalnya endapan lumpur bekas tambang, kandungan air berkadar asam tinggi di lokasi bekas tambang. Hilangnya pucuk tanah (humus), semuanya itu harus diperbaiki mengingat kerusakan itu di lahan konsesi PT AI.

Dicontohkan, seandainya deposit tambang yang harus diambil pada lokasi tumpukan batu bara sebanyak 100 ribu ton, tetapi bila diambil oleh penambang ilegal terlebih 20 ribu yang berada di permukaan maka untuk 80 ribu ton yang masih tersisa tak mungkin bisa diambil semuanya.

Ia mengakui, berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas Peti di lahan Arutmin termasuk menggelar berbagai seminar tetapi hasilnya tak ada kemajuan.

Bahkan beberapa tahun belakangan ini dilakukan usaha kemitraan dengan pihak lain dalam upaya menghilangkan peti tersebut namun hasilnya pun belum memuaskan.

Usaha kemitraan tersebut seperti dengan Puskopol, Puskopad, perusahaan daerah (Perusda) baik milik Pemerintah kabupaten (Pemkab) Tanah Laut, Tanah Bumbu, bahkan dengan Perusda milik Pemerintah Provinsi (Pemprop) Kalsel.

Karena praktik di lapangan usaha kemitraan tersebut banyak yang menyimpang dari komitmen awal, umpamanya hasil tambang yang semestinya harus dijual ke pihak Arutmin ternyata oleh penambang yang dibina oleh mitra dijual ke luar dari PT AI.

sumber: