APBN 2005 Surplus akibat Pencairan Anggaran Terlambat
APBN 2005 Surplus akibat Pencairan Anggaran Terlambat
Media Indonesia, 20 Mei 2005
ÂÂ
JAKARTA (Media): Posisi keuangan negara dalam pelaksanaan APBN 2005 hingga 30 April 2005 surplus sebesar Rp20,62 triliun. Di sisi lain, kondisi tersebut dinilai menunjukkan lambannya pencairan anggaran departemen/instansi pemerintah.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta kemarin, Menteri Keuangan Jusuf Anwar mengungkapkan, realisasi pendapatan negara dan hibah hingga 30 April 2005 relatif lebih cepat daripada realisasi belanja negara.
Akibatnya, surplus APBN pada periode empat bulan pertama 2005 meningkat. Bila pada akhir Maret 2005 surplus APBN tercatat Rp17 triliun, pada akhir April lalu menjadi Rp20,62 triliun.
Menurut Jusuf, realisasi penerimaan terbesar bersumber dari penerimaan perpajakan senilai Rp96,09 triliun. Sedangkan penerimaan dari hibah sangat kecil karena baru terealisasi 0,6% dari target APBN 2005 sebesar Rp750 miliar.
Sementara itu, anggota Komisi XI Dradjad H Wibowo menilai surplus Rp20,62 triliun per 30 April tersebut sebagai surplus semu. Sebab, saat ini surplus berkurang dengan naiknya pembayaran subsidi BBM yang mencapai Rp8 triliun.
"Per 30 April 2005 pembayaran subsidi baru Rp19 triliun, sekarang sudah Rp27 triliun. Jika ditambah dengan subsidi lain, jumlahnya akan mencapai Rp30 triliun," ujarnya.
Menurut Dradjad, surplus anggaran yang dapat dinikmati pemerintah lebih banyak ditimbulkan oleh adanya moratorium (penundaan) pembayaran utang dari para kreditor Paris Club. Seandainya pemerintah tidak menerima tawaran moratorium itu, sangat mungkin bukan surplus yang terjadi, melainkan defisit.
Lebih lanjut, Dradjad mengatakan pelaksanaan realisasi belanja negara selama kuartal I 2005 sebesar 24,9% tampak normal. Faktanya, realisasi tersebut didominasi oleh tingginya pembayaran subsidi BBM yang mencapai 100% dari sasaran subsidi BBM dalam APBN. Sedangkan pos belanja negara yang lain, terutama belanja pemerintah pusat, hanya mencapai Rp60,2 triliun atau 22,6% pagu APBN. Jumlah itu jauh lebih rendah dibanding realisasi belanja pemerintah pusat pada tahun-tahun sebelumnya.
"Ini menunjukkan pencairan anggaran departemen-departemen cenderung terlambat. Penyebabnya, Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan Negara tidak sinkron dalam mekanisme pencairan anggaran, yang diubah dalam struktur organisasi yang baru,' paparnya.
Menanggapi masalah tersebut, Jusuf mengakui masa transisi menuju sistem penganggaran baru yang berlandaskan paket Undang-undang Keuangan Negara sedikit terhambat. Penyebabnya antara lain adanya pergantian pemerintahan dan DPR dalam tahun 2004.
Kondisi tersebut berakibat pada penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga (RKA-KL) 2005 baru dipersiapkan oleh setiap kementerian dan lembaga pada Oktober 2004.
sumber: