Apa Kabar Provinsi Kepulauan Riau?
Riaupos, 5 Mei 2004 - Para politisi dan tokoh-tokoh masyarakat Kepulauan Riau (Kepri) kini terus bertanya-tanya, kapan Pemerintah Pusat merealisasikan penetapan Pejabat Gubernur Kepri. Sejak disahkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau pada Oktober 2002, tidak ada perubahan yang signifikan mengenai penyelenggaraan pemerintahan di daerah Kepri.
Pertanyaan ini semakin marak disampaikan masyarakat, karena dalam waktu singkat segera dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau hasil pemilihan umum 2004. Hasil Pemilu menyebutkan perebutan 45 kursi DPRD Provinsi Kepri didominasi Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Sementara itu, segera eksis juga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan anggota DPR RI Kepri.
Tokoh masyarakat Kepri Benny Horas Panjaitan kepada Pembaruan di Batam belum lama ini mengatakan, teka-teki pemimpin Kepri harus segera diperjelas karena penunjukan pejabat (caretaker) gubernur tak bisa ditunda-tunda lagi. Jika pemerintah pusat kurang tanggap menindaklanjuti penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Kepri ataupun desakan-desakan dari anggota masyarakat Kepri, maka nasib provinsi ini semakin tidak menentu.
Semestinya Presiden atas usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) segera merealisasikan penunjukkan pejabat gubernur agar segala sesuatu yang menyangkut pengelolaan dan pemerintahan daerah sudah bisa dilaksanakan. "Penunjukan itu sudah merupakan kebutuhan mendesak,"ujar Panjaitan yang bakal menempati salah satu kursi DPD Kepri.
Senada dengan itu Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Batam, Agustar mengatakan, ketidakpastian nasib Provinsi Kepri dapat menjadi bom waktu. "Sudah ada anggota DPRD Provinsi Kepri hasil Pemilu 2004 tetapi hingga saat ini belum jelas mereka akan bermitra dengan siapa,"katanya.
Persoalan berikutnya, siapa yang memberikan dana dan anggaran untuk aktivitas para anggota dewan dan lembaga dewan karena belum dianggarkan oleh eksekutif sebab tidak ada pejabat gubernurnya. Akibatnya, ketidakpastian hukum di Kepri semakin menjadi-jadi.
Kontroversi demi kontroversi datang silih berganti. Masyarakat meminta penunjukan carateker gubernur, Mendagri menawarkan Sekretaris Daerah (Sekda). Sebenarnya permintaan itu tidak mengada-ada sebab dalam UU pembentukan Provinsi Kepri Pasal 13 Ayat (1) disebutkan pada saat terbentuknya Provinsi Kepri, Pejabat Gubernur Provinsi Kepri untuk pertama kali diangkat oleh presiden atas usul Mendagri.
Namun hal itu dianggap bukan suatu kejanggalan. Melalui Instruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 2003 tertanggal 9 Desember 2003 tentang pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, jelas terlihat implikasinya pada pengangkatan pejabat Sekda Provinsi.
Mendagri menginstruksikan Gubernur Riau, Bupati/Walikota se-Provinsi Riau, dan Pejabat Eselon Dalam Negeri antara lain melakukan fasilitasi dan percepatan pelaksanaan UU pembentukan Provinsi Kepri yang dirancang dalam kerangka agenda kerja yaitu persiapan teknis administratif - peresmian pelantikan pejabat Gubernur - penyelenggaraan teknis administratif, asistensi, supervisi, evaluasi diproyeksikan dalam kurun waktu selambatnya 3 (tiga) tahun. Sedangkan menyangkut persiapan teknis administratif dalam instruksi kedua butir "d" disebutkan, mempersiapkan pengangkatan pejabat Sekda Pemerintah Provinsi Kepri.
Guna memperlancar percepatan pelaksanaan UU tersebut, Mendagri juga membentuk Tim Asistensi yang terdiri dari pengarah, pelaksana, pendukung teknis, dan sekretariat yang beranggotakan 56 orang. Unsur pengarah dipimpin langsung Mendagri dan pelaksana dipimpin oleh Sekretaris Ditjen OTDA Hj Triyuni Soemartono.
Sejumlah aktivis dan pengamat politik seperti Kastorius Sinaga dan Untung Rahardjo menilai sikap pemerintah yang menunda-nunda peresmian dan penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Kepri merupakan tindakan diskriminasi dibanding dengan provinsi baru lainnya. Selain melukai semangat nasionalisme warga Kepri, diskriminasi pemberlakuan peraturan ini jelas bertentangan dengan kepentingan obyektif penduduk Kepri. Disamping itu juga telah menimbulkan implikasi yang sangat beragam di berbagai bidang khususnya berkaitan dengan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Inkonsistensi pemerintah terhadap Provinsi Kepri terus dipertanyakan. Apakah karena proses kelahirannya yang sempat menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan terutama dengan provinsi induk (Riau) hingga nasibnya juga tidak menentu? Ataukah pemerintah sengaja mengabaikan keberadaannya karena kurang menguntungkan?
Atau mungkin sebaliknya, karena potesialnya provinsi tersebut sehingga belum bisa dituntaskan siapa yang paling berhak mengurusnya? Sebab disinyalir tarik-menarik ini erat kaitannya dengan kepetingan oknum-oknum tertentu yang bermaksud mendominasi penguasaan akses atas sumber daya alam di Kepri khususnya pasir laut.
Provinsi Kepri memang layaknya mutiara Indonesia yang diburu oleh siapa saja. Provinsi kepulauan ini memiliki peran yang sangat penting dalam percaturan ekonomi dan politik Indonesia di wilayah perbatasan. Dari luas keseluruhan wilayah 251.810,71 km2, luas daratannya hanya mencapai 10.595,41 km2 atau 4,21 persen.
Selain menyimpan kekayaan alam yang berharga, Kepri yang berpenduduk 1.156.132 jiwa juga mengandalkan posisi strategisnya di kawasan Asia Tenggara. Saat ini Kepri memiliki dua kota (Batam dan Tanjung Pinang) dan empat kabupaten (Karimun, Kepri, Lingga, dan Natuna).
Selama berpuluh-puluh tahun Karimun (dahulu bagian dari kabupaten Kepri) memberikan kontribusi bagi negara melalui penambangan timah dan pengerukan emas putih atau pasir laut. Selanjutnya, Batam dan Kepri yang mengandalkan kawasan industri dan pariwisata. Kawasan Kepulauan Natuna yang kaya dengan gas alamnya. Hingga kini Natuna yang terletak di Lautan Cina Selatan itu terus mengoleksi devisa negara.
Potensi kekayaan yang melimpah itu dapat tertata dengan baik dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakatnya jika memiliki pemerintahan yang andal. Oleh karena itu diharapkan pemerintah pusat segera mengambil sikap yang tepat guna penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Kepri dengan mengacu pada UU No 25 Tahun 2002.