Anggaran Pembangunan 2005 Naik Rp 3,2 Triliun

Kompas, 30 Juni 2004 - Untuk mendanai pengeluaran pembangunan tahun 2005, pemerintah dan Panitia Anggaran DPR untuk sementara menetapkan anggaran pembangunan yang jumlahnya hanya Rp 74,0 triliun. Dana itu direncanakan berasal dari pendanaan rupiah yang dimiliki pemerintah Rp 55,2 triliun dan bantuan proyek atau pinjaman luar negeri Rp 19,8 triliun.

Demikian Ketua Panitia Anggaran DPR Abdullah Zainie seusai rapat kerja antara Panitia Anggaran DPR dan Menteri Keuangan Boediono, Selasa (29/6) di Jakarta.

Menurut Abdullah, dibandingkan dengan pengeluaran pembangunan dalam APBN 2004 yang jumlahnya mencapai Rp 70,8 triliun, maka jumlah pengeluaran pembangunan tahun depan itu hanya naik sebesar Rp 3,2 triliun. "Itulah kemampuan anggaran belanja negara tahun depan untuk membiayai pembangunan," ujarnya.

Faktor penyebab dari tidak signifikannya peningkatan anggaran pembangunan tahun depan, demikian Abdullah, disebabkan karena porsi anggaran untuk belanja daerah pada tahun 2005 mengalami peningkatan. "Sebaliknya, sejumlah dana dari anggaran pembangunan sebagian diberikan untuk belanja daerah dalam rangka optimalisasi otonomi daerah dan pemberdayaan daerah. Akibatnya, kenaikan belanja pembangunan menjadi berkurang," katanya.

Dikatakan Abdullah, dengan format baru APBN yang menganut penganggaran terpadu (unified budget), maka belanja pembangunan nantinya akan diubah menjadi sejumlah jenis belanja antara lain belanja modal dan belanja barang. "Penetapan anggaran pembangunan yang akan dimasukkan dalam format baru belanja barang dan belanja modal itulah yang mulai Rabu (30/6) akan dibahas dalam Panitia Kerja (Panja) DPR tentang Belanja Daerah.

DAU dan DAK meningkat

Abdullah mengatakan, untuk transfer dana alokasi umum (DAU), lobi pimpinan Panitia Anggaran DPR bersama Menkeu Boediono sebelumnya juga telah menyepakati porsi DAU ditingkatkan bukan hanya 25 persen saja dari total penerimaan dalam negeri (PDN) neto, akan tetapi sebesar 25,5 persen dari total PDN neto.

Sejauh ini Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, porsi DAU disebutkan sekurang-kurangnya 25 persen dari total PDN neto. Yang dimaksud dengan PDN neto berarti juga PDN yang dikurangi dengan jumlah dana bagi hasil (DBH) untuk daerah.

"Seperti disepakati dari raker tadi, dengan porsi DAU yang mengalami peningkatan sebesar 0,5 persen dari sebelumnya 25 persen dari total PDN, maka porsi DAU mengalami peningkatan sekitar Rp 6 triliun dari jumlah DAU dalam APBN 2004," katanya.

Dikatakan Abdullah, "Jika melihat jumlah DAU yang disepakati dalam APBN 2004 sebesar Rp 82,1 triliun, maka dengan peningkatan porsi DAU sebesar 0,5 persen dari PDN neto atau sekitar Rp 6 triliun, maka DAU yang akan ditransfer pemerintah pusat ke daerah pada tahun depan mencapai sebesar Rp 88,1 triliun," kata Abdullah.

Selain DAU, lanjut Abdullah, untuk porsi dana alokasi khusus (DAK) nondana reboisasi (DR) pun diputuskan juga mengalami peningkatan sebesar Rp 1 triliun, dari sebelumnya dianggarkan pemerintah sebesar Rp 2,8 triliun, namun kemudian disepakati dalam rapat kerja sebesar Rp 3,8 triliun.

"Sebenarnya yang diajukan oleh Panja DPR tentang Belanja Daerah, DAK tahun 2005 diusulkan sebesar Rp 5,1 triliun. Akan tetapi, dari hasil lobi pimpinan Panitia Anggaran DPR bersama wakil pemerintah, Selasa (29/6), disepakati DAK non-DR hanya sebesar Rp 3,8 triliun atau naik Rp 1 triliun.

"Akan tetapi, jika dari hasil optimalisasi atau penyusuran anggaran terhadap penerimaan negara, seperti penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) masih didapatkan sejumlah dana tambahan, maka tambahan dana itu akan dialokasikan untuk peningkatan DAK non-DR," lanjutnya.

Adapun untuk alokasi dana DBH, Panitia Anggaran DPR dan pemerintah masih harus menghitung lebih dulu berapa dana yang dibutuhkan. "Oleh sebab itu, jumlah persis DBH kita harus tunggu hasil pembahasan Panja Belanja Daerah. Demikian juga dengan total jumlah belanja daerah dalam RAPBN 2005, masih harus menunggu hasil Panja DPR tentang Belanja Daerah," katanya.

Usai rapat kerja dengan Panitia Anggaran, Boediono kepada pers mengemukakan rencana pengenaan cukai atas kaset, compact disk (CD), video compact disk (VCD), DVD, dan laser disk masih akan dibicarakan dengan Komisi IX DPR. "Kalau perlu juga di Komisi V DPR. Jadi saya nanti akan menulis surat minta waktu Komisi IX mengenai masalah ini, dan nanti hasil kesimpulannya akan kita bawa ke sini (Panitia Anggaran)," katanya

sumber: