MAKASSAR--MIOL: Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel mengidentifikasi bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan hutan di Kabupaten Maros adalah aktivitas perusahaan pertambangan yang dilakukan pabrik semen cukup besar di daerah ini. Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Indah Pattinaware mengatakan di Makassar, Selasa, aktifitas penambangan oleh PT Semen Bosowa dan PT Bosowa Mining (marmer) menjadi ancaman kerusakan hutan di daerah itu karena sebagian besar areal penambangan mereka dilakukan di dalam kawasan karst (pegunungan kapur) yang dikenal memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi serta situs-situ bersejarah yang tersimpan dalam beberapa gua. Aktifitas penambangan untuk bahan baku semen itu ditemukan di Kampung Butto Kappong dan Ammassangeng Desa Tunikamase, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros. Sementara aktivitas untuk marmer dilakukan di kawasan hutan lindung yang masuk kelompok hutan Bulusaraung di Kampung Pajjaiang, Desa Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung yang juga merupakan kawasan karst. "Hancurnya bukit karst seluas 2.357,7 hektar yang menjadi bahan dasar semen dan marmer, bukan hanya mengancam sistem hidrologi akan tetapi akan menghancurkan keanekaragaman hayati, termasuk tower air yang pada akhirnya Kabupaten Maros dan tetangganya Makassar akan dilanda kekeringan," papar Indah. Menurut dia, hal tersebut tidak boleh dibiarkan berlanjut karena nyata-nyata telah melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 yang melarang penambangan pada kawasan hutan lindung. Berdasarkan hasil investigasi Walhi Sulsel diketahui, setiap areal konsesi pertambangan PT Semen Bosowa dan PT Mining Bosowa di kawasan hutan lindung Bulusaraung dilengkapi dengan titik koordinat dan luasan kerusakannya. Sebagai contoh, aktivitas penambangan di Kampung Butto Kampong, memiliki galian eks pengerukan material tanah liat oleh PT Semen Bosowa, sudah mencapai dua hektar lebih dengan kedalaman 0,5 meter-2 meter. Hal serupa juga terjadi di Kampung Ammasangeng. (Ant/OL-1) |