Penulis: Ferdinand SOLO--MIOL: Sebanyak 3,5 juta hektar lahan di Indonesia kini dalam kondisi kritis akibat kegiatan pertambangan dan pertanian yang dilakukan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah dan konservasi alam secara baik. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian Hilman Manan mengatakan itu di sela-sela Seminar Nasional dalam rangka Pekan Ilmiah Mahasiswa Ilmu Tanah Nasional di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Selasa (6/12). "Selain pertambangan, perilaku usaha tani merupakan penyumbang lahan kritis terbesar. Seperti banyaknya usaha tani dilakukan di lereng yang cukup curam," katanya. Di samping adanya kegiatan penebangan hutan dalam rangka membuka lahan pertanian. Ini mengakibatkan jumlah hutan sebagai daerah pendukung lahan pertanian menjadi berkurang. Ia menyontohkan kondisi hutan di wilayah Jawa Tengah yang kini sudah sangat mengkhawatirkan yakni tinggal 16 saja dari keseluruhan wilayah Jateng. Padahal, idealnya dalam setiap propinsi paling tidak harus ada 30-35 hutan. Kondisi ini, kata dia, turut memperbesar jumlah lahan kritis di wilayah Jateng. Data terakhir, jumlah lahan kritis di propinsi ini 1,5 juta hektar. "Karena hampir seluruh Jawa Tengah, terutama daerah hulu sudah terbuka oleh usaha tani tapi tidak memperhatikan kaidah konservasi alam," ujarnya. Mengingat kondisi itu, jalan keluar terbaik menurut Hilman adalah dengan melakukan upaya penanggulangan bersama. Melibatkan semua pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat tani. "Ke depan tampaknya kita harus berbuat lebih tegas lagi, mulai dari tata ruang, perizinan, mungkin juga harus ada insentif bagi petani yang pertahankan lahan dengan baik, disinsentif bagi petani yang hanya untuk dikuasai tapi tidak digarap, pelatihan-pelatihan, dan kegiatan-kegaitan terpadu." Upaya itu, secara nasional dilakukan melalui Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA). Tujuannya untuk menyelamatkan lahan dan air untuk pembangunan pertanian dan masyarakat secara berkelanjutan. Gerakan ini, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Departemen Pertanian, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Negeri, dan masyarakat. "Semuanya berpartisipasi, sesuai dengan wilayah kerja masing-masing untuk kemudian bersinergis dalam satu gerakan kemitraan. Program tahun 2006 arah ke situ, dalam rangka penanggulangan lahan kritis ini, tandas Hilman. (FR/OL-1) |