Ahli Minamata Jepang Teliti Buyat
Jakarta, BPost
Mabes Polri akan memasukkan hasil penelitian yang dilakukan ahli penyakit minamata dari Jepang, Mineshi Sakamoto, ke dalam berita acara pemeriksaan (BAP) guna mengungkap kasus dugaan pencemaran di Teluk Buyat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Irjen Dadang Garnida di Mabes Polri, Selasa (10/8), mengatakan hasil penelitian Sakamoto akan melengkapi penelitian yang masih dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri. "Sesuai UU, kita gunakan hasil Labfor. Tapi, penelitian-penelitian lain akan melengkapi hasil Labfor tersebut," katanya.
Departemen Kesehatan (Depkes) bersama WHO mendatangkan Sakamoto untuk menyelidiki dugaan pencemaran yang dilakukan perusahaan AS PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
Sakamoto berada di Desa Buyat mulai 11 Agustus dan segera melakukan evaluasi terhadap semua hasil pemeriksaan terhadap sampel-sample yang pernah diambil. Dari Desa Buyat, Sakamoto ke Jakarta 12 Agustus hingga kemudian bertolak ke Jepang 15 Agustus 2004.
Menurut Dadang, setelah Sakamoto berada di Jakarta, maka Depkes akan mengundang Polri untuk mem-BAP-kan hasil penelitian Sakamoto tersebut.
Sementara itu puluhan aktivis lingkungan hidup di Surabaya, kemarin, mendemo Konsulat Jenderal (Konjen) Amerika Serikat (AS) di ibukota Jawa Timur tersebut. Mereka mendesak pemerintah AS memberi sanksi terhadap PT NMR.
Aksi Solidaritas Komunitas Surabaya bagi Korban Pencemaran Teluk Buyat itu melibatkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Antara lain, Walhi, Ecoton, Fosil, Peduli Indonesia, Koling dan FAM Unitomo.
"Kita meminta AS karena PT Newmont berada di bawah pemerintah AS. Pemerintah AS harus memberi sanksi tegas kepada perusahaan ini," pinta Sardiyoko, direktur eksekutif Walhi Jatim.
Sardiyoko mengatakan selama ini keuntungan pemerintah Indonesia dari pertambangan tidak terlalu besar. Di APBN, hanya Rp1 triliun per tahun.
Karena itu, Walhi juga menolak kebijakan pemerintah memberikan izin bagi 13 penambangan di kawasan hutan lindung yang berlokasi di 25 kabupaten dalam 10 propinsi. Menurutnya, apabila hal itu dilakukan, negara akan menderita kerugian Rp70 triliun per tahun.
Masih soal Teluk Buyat, Walhi meminta pemerintah Indonesia bersikap objektif. Selama ini, terkesan pemerintah justru melindungi kepentingan PT Newmont.
Ini dirasakan dari pernyataan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim yang menyebut Rasyid, korban pencemaran yang datang ke Jakarta, bukan warga Pantai Buyat.
Warga Pantai Buyat pun geram. Rasyid sudah tinggal di Pantai Buyat sebelum PT Newmont Minahasa Raya beroperasi. "Sudah 15 tahun lebih (Rasyid) tinggal di Pantai Buyat," kata warga Pantai Buyat, Jemy Bawole, kemarin.
Jemy menjamin bila Rasyid sudah lama tinggal di Buyat. Apalagi, anak Rasyid yang lahir di Buyat itu sudah berusia 15 tahun. Mengenai keberadaan Rasyid yang bekerja di luar Buyat, lalu balik lagi ke Pantai Buyat, menurutnya, juga dilakukan beberapa warga Buyat.dtc/pop/tnr
sumber: