Adaro Tolak Channel Fee Jika Alur Barito Masih Dangkal
Banjarmasin Post BANJARMASIN ,- Para pengguna jasa alur pelayaran ambang Sungai Barito mengancam tidak akan membayar restribusi atau channel fee, jika pengerukan alur yang digarap PT Rukindo itu gagal. Mereka menuntut alur bisa dilalui 24 jam dan kapal bisa berpapasan. Hal itu bagi mereka tetap menjadi syarat mutlak, sebelum pemprov (melalui PT Ambang Barito Nusa Persada) melakukan pungutan yang hanya berbekal peraturan daerah itu. Salah satu pengguna jasa alur adalah PT Adaro Indonesia. Perusahaan tambang batubara terbesar di Kalsel ini menegaskan, kontrak pembayaran channel fee bakal batal jika alur Barito tetap dangkal. "Kami tegaskan, Adaro akan komitmen jika alur bisa dilewati 24 jam dan kapal bisa berpapasan," tandas Iswan Sujarwo, Maintaned Departemen Head PT Adaro Indonesia kepada sejumlah wartawan di Paringin, Selasa lalu. Menurut dia, penerapan aturan channel fee yang ingin dikongretkan pemprov tetap harus memenuhi persyaratan seperti tertuang dalam kesepakatan bersama. Yakni bisa dilewati kapal secara berpapasan selama 24 jam. Hanya saja, Iswan menegaskan Adaro tidak akan gegabah untuk langsung membayar restribusi US $ 0,20 (dua puluh sen) per ton bagi armada batubara. "Sebelum membayar, kami akan melakukan pengujian langsung terutama di titik-titik tertentu. Apakah channel (alur) itu sesuai dengan permintaan," tegasnya. Sebab, lanjut dia, selama ini alur pelayaran ambang Sungai Barito yang menjadi salah satu pintu gerbang Kalsel itu mengalami kedangkalan, sehingga pengiriman batubara harus melalui armada khusus agar tak terjebak di kubangan lumpur. "Biasanya kami mengirim batubara melalui dua tugboat yang menarik tongkang, sehingga power lebih kuat," katanya. Meski begitu, Iswan mengakui pendangkalan alur memang tidak menjadi kendala. Pasalnya, pengiriman batubara tetap bisa dilakukan melalui jalur alternatif seperti ke sejumlah pelabuhan khusus di Batulicin, Tanah Bumbu. "Jika ada kapal Adaro kandas, mungkin itu kaptennya baru. Sebab, para kapten yang menangani pengiriman biasanya berpengalaman terhadap kondisi alur Barito ini," bebernya. Secara terpisah, Ketua DPC Indonesia National Shipowners Association (INSA) Banjarmasin H Gayo Syamsuddin, berpendapat serupa. Dia menegaskan, kapal-kapal niaga memang tidak terlibat kontrak channel fee dengan pemprov. Meski demikian, Gayo mengaku tetap pesimis bahwa pengerukan alur sedalam 50 LWS dan lebar 100 meter bisa dipenuhi pada Maret mendatang. "Mungkin itu impian saja, jika pengerukan alur rampung Maret ini," ujar Gayo. Menurut dia, penerapan channel fee bisa diberlakukan jika fasilitas penunjang kepelabuhanan benar-benar sesuai dengan aturan. Apalagi, lanjut dia, selama ini fasilitas yang disediakan PT Pelindo sangat terbatas, sehingga para pengguna jasa alur terkadang harus menahan diri. Menariknya, Gayo memprediksi, jika proyek alur bisa selesai Maret mendatang, tetap saja tidak serta-merta dapat dilayari kapal dengan leluasa. "Makanya, pengerukan alur sangat butuh kapal cutter (pemotong). Sebab, saat ini dari data baru, lebar alur cuma 70 meter dari 100 meter yang dijanjikan," katanya. Bahkan, Gayo juga meminta agar Kepala Dishub Kalsel Helmi Indra Sangun bisa turun ke lapangan, sehingga mendapatkan fakta Alur Barito yang sebenarnya. "Sesekali dia itu meski ke laut," sentilnya. (dig)