’Teknologi informasi sebenarnya tidak mahal’

 JAKARTA (Bisnis): Pengamat menilai teknologi informasi sebenarnya murah dan dapat menghasilkan banyak penghematan, kendati seringkali dianggap mahal.

Richard Mengko, staf ahli Menteri Negara Riset dan Teknologi, mengungkapkan teknologi informasi sebenarnya murah dan dapat menghasilkan banyak pengurangan biaya.

"Contohnya CD-ROM berkapasitas 600 GB setara dengan 60.000 lembar kertas harganya hanya Rp3.000. Kalau kita masih pakai kertas dengan biaya fotokopi Rp200 per lembar maka tidak akan mampu berkompetisi sebab kita menggunakan sesuatu yang 200 kali lebih mahal," ujarnya dalam sebuah seminar, kemarin.

Richard juga menyampaikan perkiraan bahwa pada 2010, harga komputer termahal saat ini semacam tablet PC yang seharga lebih dari US$2.000 akan turun menjadi US$100 per buah.

Harga ponsel termahal saat ini akan menjadi US$10 pada 2010, dan siapapun yang tidak memiliki alamat email akan dianggap sebagai amatiran.

"Sekarang kita tertawa melihat tukang sayur menggunakan ponsel, tetapi pada 2010 kalau tukar sayur tidak menggunakan telepon seluler bisa bermasalah," paparnya.

Namun demikian, Richard yang juga dosen ITB itu menggarisbawahi bahwa teknologi informasi bisa saja mahal kalau digunakan tidak pada tempatnya. "Komputer akan mahal kalau hanya untuk main game dan ponsel juga mahal kalau hanya untuk SMS berkirim joke," ujarnya.

Marsudi Kisworo, wakil rektor Universitas Paramadina Mulya, juga berpendapat perlu ada penjelasan bahwa teknologi informasi bukanlah barang mahal. "Kalau kita bandingkan tarif bertelepon seluler sebesar Rp1.400 per menit dengan Rp3.000 akses Internet per jam, telepon seluler masih lebih mahal. Tetapi ponsel kok justru lebih populer," katanya pada kesempatan yang sama.

Marsudi menilai teknologi informasi hanya dapat bermanfaat optimal untuk meningkatkan proses yang sudah berjalan baik.

Teknologi informasi, katanya, tidak bermanfaat signifikan pada masyarakat miskin serta tidak akan mampu membuat startegi pembangunan yang jelek menjadi baik.

Marsudi juga menilai pemerintah maupun parlemen Indonesia kurang memiliki perhatian terhadap teknologi informasi, termasuk tidak ada rencana untuk membentuk departemen yang mengurus masalah tersebut.

Eko Indrajit, ketua STIMIK Perbanas, mengungkapkan Indonesia terpuruk dalam penilaian dunia terhadap pemanfaatan teknoplogi informasi.

Dia memaparkan posisi Indonesia ranking 95 dari 125 negara dalam pemanfaatan TI untuk pemerintahan, serta seperempat terbawah dalam pemanfataan TI untuk pendidikan. (swi)

 

sumber: