’Larangan ekspor pasir laut tak akan dicabut’
JAKARTA (Bisnis): Menneg Lingkungan Hidup bersama tim dari Departemen Kelautan dan Perikanan tidak akan merekomendasikan pencabutan larangan ekspor pasir laut ke Singapura karena kegiatan itu merusak ekosistem di laut. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar mengatakan pihaknya bersama tim dari Departemen Kelautan dan Perikanan tidak setuju ekspor pasir laut dibuka kembali untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan. "Sampai sekarang ini penambangan pasir laut untuk diekspor tetap tidak dizinkan," katanya seusai acara Halal bi halal dengan seluruh pejabat dan karyawan kantor Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta kemarin. Hal senada dikatakan Sekjen Departemen Kelautan dan Perikanan, Andin H. Taryoto ekspor pasir laut tetap masih ditutup sesuai SKB.07/Men/ 2002 dan surat keputusan menteri lainnya, meski pada tahun lalu ada perkembangan pembicaraan dengan negara pengimpor. Dia mengatakan belakangan ini banyak pengusaha eksportir yang mendesak Menteri Perdagangan, Mari Elka Pengestu agar membuka kembali keran ekspor pasir laut karena pangsa pasarnya sangat besar, terutama di Singapura. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu sebelumnya menyatakan saat ini jajarannya tengah membahas larangan ekspor pasir laut dan akan mengajak sejumlah instansi terkait guna memperkuat hasil kajian kebijakan tersebut dalam waktu dekat. "Komunikasi kami dengan Pemerintah Singapura sejauh ini baru pembicaraan awal, belum ada detail. Tapi yang jelas masalah pasir laut termasuk salah satu isu yang akan kita bahas, dan kita sedang persiapkan," ujarnya di Jakarta pekan lalu. Mari menjelaskan pihaknya akan mempertajam kembali isu pasir laut ini dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean di Vientienne, Laos 29-30 November, meski isu tersebut tidak masuk dalam dokumen persetujuan yang akan diteken. KTT Asean direncanakan membahas 24 dokumen, 10 dokumen diantaranya akan ditandatangani masing-masing negara Asean. Lima dokumen akan diteken dan lima dokumen lainnya akan diadopsi. Syarat tegas Namun jika akhirnya nanti ekspor pasir laut itu diizinkan, lanjut Rachmat, maka Kementerian Lingkungan Hidup memberikan persyaratan tegas bahwa kegiatan itu tidak merugikan ekosistem di laut, ada upaya treatment oleh semua pihak yang terkait, serta perusahaan yang memperoleh izin penambangan dan ekspor itu harus benar-benar bonafid dan bertangung jawab. "Kalau sampai kran ekspor pasir laut itu dibuka maka kita tidak boleh rugi, karena niat untuk mengizinkan ekspor itu kelihatannya ada, maka saya ingin bicara soal itu," katanya seraya mengungkapkan kegiatan penambangan dan ekspor pasir laut secara ilegal telah mengakibatkan banyak pulau hilang. Menurut Rachmat penambangan pasir laut yang dilakukan secara tidak benar mengakibatkan rusaknya ekosistem di laut serta hilangnya sejumlah pulau. Karena itu, lanjutnya, penambangan harus menggunakan teknologi dan suatu prosedur yang benar, di lokasi yang tidak memiliki potensi sumber daya ikan perikanan dengan kedalaman dibawah 60 meter. "Mungkin ada teknologi atau suatu prosedur di mana yang digali adalah yang tidak memiliki potensi sumber daya ikan yaitu di bawah 50-60 meter yang tidak ada apa-apanya dan jangan diambil di pulaunya karena nanti pulaunya akan hilang," tandasnya. Sebelumnya Sekretaris Asosiasi Pengusaha Penambangan Pasir Laut (AP3L), Abdullah Gosse mendesak pemerintah agar membuka kembali ekspor pasir laut untuk memberikan sumber pemasukan bagi Kepulauan Riau yang tidak memiliki hasil tambang. (na)