’Kandungan Emas Newmont di Minahasa berjenis sinabar’

Bisnis Indonesia. "Kami tidak menemukan tanda-tanda Minamata [pada sample empat warga Ratatotok] karena kadar logam berat masih di bawah minimum," kata Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Umar Fahmi A. dalam diskusi Membedah Kasus Newmont di Jakarta kemarin.

Sementara itu, Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral pada Departemen Sumber Daya Mineral Simon F. Sembiring menyatakan emas di kawasan itu berjenis sinabar (HgS), sehingga secara alamiah sudah mengandung merkuri, arsenik dan sianida.

"Jenis sinabar itu memang sudah mengandung logam berat, jadi itu ada secara alami. Yang membahayakan itu kan kalau ada kandungan merkuri organik [methyl merkuri], itu tambang tidak pakai," tegasnya.

Senada dengan Simon, penasihat lingkungan PT NMR Ali Sahami mengakui limbah tailing (sisa bebatuan hasil pemrosesan mineral) yang ditempatkan di Teluk Buyat itu memang masih mengandung merkuri dan arsenik.

Namun, dia menjelaskan proses detoksifikasi tailing logam berat telah mereduksi bahan racun, sehingga tidak membahayakan lingkungan. "Ini merkuri anorganik yang memang alami ada di alam, bukan merkuri organik."

Sementara itu, laboratorium Departemen Kimia Universitas Islam Indonesia (UII) mengumumkan hasil penelitian sample darah empat warga setempat yang dikirim ke Jakarta baru-baru ini.

Budiana, koordinator penelitian tersebut, menyebutkan kandungan logam berat berupa merkuri pada empat warga itu berkisar antara 9,51-23,9 mikro gram per liter. Sementara, lanjutnya, kadar merkuri dalam tubuh normal manusia hanya sekitar 8 mikro gram per liter.

Namun, dia menyatakan jumlah itu belum dapat dinyatakan potensial terjangkit Minamata karena logam berat pada penderita Minamata minimal mencapai 200 mikro gram per liter.

"Kandungan merkuri mereka belum mendapai dosis untuk menyebabkan efek gejala Minamata meski sudah melebihi kadar manusia normal," tuturnya. (06)

sumber: