’Harga batu bara turun pada semester II/2004’

 
 

JAKARTA (Bisnis): AME Mineral Economics memperkirakan harga batu bara dari Asia yang dikonsumsi oleh perusahaan listrik yang mencatat harga tertinggi lagi akhir pekan lalu akan turun pada paruh kedua tahun ini.

Alasannya, Cina yang sempat kekurangan bahan bakar itu, kini bisa memenuhi sendiri kebutuhannya serta ketersediaan pasokan untuk ekspor yang meningkat.

GlobalCOAL NEWC Index melaporkan harga batu bara dari Pelabuhan Newcastle, Australia yang menjadi patokan produsen di Asia pada akhir pekan lalu mencapai US$54,4/ton atau naik 3,9%.

Sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia, Australia memasok kebutuhan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik di Korea Selatan seperti Korea Electric Power Co.

"Masalah kebutuhan batu bara bagi pembangkit di Cina akan terselesaikan setelagh musim dingin berlalu dan para pemasok akan bisa kembali mengekspor ke pasar," tulis AME, perusahaan penelitian yang berbasis di Sydney dalam e-mail-nya seperti dikutip Bloomberg, Senin.

"Jika pasokan meningkat, tentunya harga spot akan cenderung menurun," kata Greg Dean-Jones, analis batu bara AME.

Dia menuturkan musim dingin di Cina biasanya berakhir pada akhir Februari atau awal Maret. Sementara ekspor tahun ini diduga lebih rendah dibandingkan tahun lalu.

Biaya transportasi

Biaya pengapalan batu bara tahun ini akan tetap tinggi dan menguntungkan posisi Indonesia sebagai penyedia batu bara pada tingkatan harga yang paling rendah ke Jepang, Taiwan, dan Korsel. Ketiga negara ini menyerap 40% dari perdagangan batu bara dunia.

Menurut AME, batu bara yang dihasilkan produsen batu bara di Afrika Selatan akan lebih kompetitif dibandingkan saingannya dari Australia yang berencana memperluas terminal batu bara Richard Bay.

Untuk pasar Eropa Barat yang tercatat sebagai pasar kedua terbesar dunia, harga batu bara Kolombia yang lebih rendah serta biaya pengapalan yang lebih rendah memungkinkan negera itu untuk memperbesar pangsa pasarnya dibandingkan pesaingnya.

Harga batu bara dari Kolombia di pasar Eropa Barat lebih murah US$2/ton dari Indonesia dan US$4/ton dibandingkan Afrika Selatan, serta US$10/ton dibandingkan Australia. Bagi eksportir Australia, biaya pengapalan saat ini telah melonjak 130%. (zuf)

sumber: