’Harga 100% saham KPC hanya US$550 juta’
JAKARTA (Bisnis): Harga penawaran 100% saham PT Kaltim Prima Coal sebesar US$1,978 miliar dinilai terlalu besar dan tidak wajar, sementara pemerintah masih mengevaluasi nilai saham perusahaan tambang itu.
Sumber Bisnis menuturkan harga yang paling tepat untuk basis harga 100% saham PT KPC yang ditawarkan periode 2004 sebesar US$500 juta.
"Harga yang paling pas untuk 100% saham PT KPC sekitar US$500 juta sampai US$550 juta. Perlu diingat bahwa PT Bumi Resources Tbk saat mengakuisi 100% saham PT KPC dari Rio Tinto dan BP hanya sebesar US$500 juta," tuturnya ketika dihubungi Bisnis tadi malam.
Menurut dia, nilai saham yang disampaikan PT KPC resmi kepada pemerintah sebesar US$1,978 miliar tersebut terlalu tinggi dan bahkan jauh dari nilai penawaran 2003 sebesar US$822 juta untuk basis harga 100%.
Ketika dikonfirmasikan bahwa PT KPC mempunyai hak untuk menentukan harga saham yang akan mereka jual, sumber tadi mengatakan perusahaan tambang yang dimiliki oleh PT Bumi Resources Tbk tersebut tidak mempunyai wewenang menentukan harga tanpa alasan yang jelas.
Dia mengatakan batu bara yang mereka klaim tersebut belum sah menjadi milik KPC. "Perlu digarisbawahi bahwa PT KPC belum membayar royalti bagian pemerintah sebesar 13,5%. Dengan demikian batu bara yang mereka berikan harga sebesar US$1,978 miliar tersebut masih mutlak milik pemerintah."
Dia menambahkan sesuai dengan pasal 33 dari UUD 1945 jelas disebutkan bahwa bahan tambang yang masih ada di perut bumi, seperti batu bara adalah milik negara. Perolehan kepemilikan, katanya, dan status kepemilikan baru beralih setelah kontraktor membayar royalti 13,5% kepada negara.
Ketika ditanyakan minat pemerintah untuk mengakuisisi 32,4% saham yang ditawarkan saat ini, dia mengakui masih banyak kemungkinan yang terjadi.
"Jika mencermati lagi pernyataan Menteri ESDM [Energi dan Sumber Daya Mineral], beliau pernah menyebutkan bahwa pemerintah tidak berminat untuk membeli saham tersebut. Sampai saat ini belum tahu pasti apakah akan dibeli atau tidak. Masih banyak perubahan yang mungkin terjadi," katanya.
Di tempat berbeda, Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Simon Felix Sembiring menuturkan keputusan apakah pemerintah akan membeli atau tidak 32,4% saham PT KPC yang ditawarkan adalah wewenang dari Menteri Keuangan.
"Tanyakan ke Menteri Keuangan dong, apakah pemerintah akan membeli saham tersebut atau tidak," katanya.
Menurut dia, saat ini tim pemerintah masih bekerja untuk melakukan evaluasi terhadap 100% saham PT KPC yang ditawarkan sebesar US$1,987 miliar oleh direksi PT KPC pada 30 Juni 2004.
"Surat sudah saya terima dan saat ini tim masih bekerja untuk melakukan evaluasi harga saham. Kami menjadwalkan dalam satu minggu ke depan tim sudah selesai dengan kajiannya, dan pada akhir bulan kami berencana untuk memanggil manajemen PT KPC untuk melakukan klarifikasi atas harga yang ditawarkan," ujar dirjen.
Simon mengatakan untuk menentukan berapa nilai 100% saham PT KPC harus meliputi beberapa komponen, di antaranya fluktuasi harga batu bara di pasar internasional, dan statistik historis (historical statistic).
Jadi, katanya, meski harga batu bara saat ini masih tinggi akibat pengurangan ekspor batu bara oleh Cina, namun penentuan harga saham PT KPC tidak dapat dilakukan berdasarkan harga yang sedang tinggi tersebut.
"Biasanya lonjakan harga yang dipicu oleh kebijakan dalan negeri Cina tersebut hanya sementara saja, dan dalam satu dua tahun mendatang dapat menurun. Jadi harga batu bara sekarang tidak dapat dijadikan patokan," tuturnya.
Menurut dia, harga untuk 100% saham PT KPC dapat lebih rendah atau sedikit lebih tinggi dari harga penawaran 2003 sebesar US$822 juta.
Merger Freeport
Dalam kesempatan itu, Simon menginformasikan bahwa rencana pengumuman disetujui atau tidaknya rencana merger PT Freeport Indonesia dengan PT Indocopper Investama dijadwalkan akan diumumkan pada minggu depan.
"Saya tidak dapat terburu-buru mengeluarkannya. Yang jelas, semua keputusan nantinya diambil tanpa merugikan negara. Saya tidak ingin nantinya ketika memutuskan, posisi pemerintah menjadi salah. Saat ini tim masih mengkaji dan mengambil data mengenai laporan pengalihan saham sudah dilakukan di bursa Surabaya," ujarnya. (dle)