85% Perda pajak & retribusi tidak dilaporkan ke pusat
JAKARTA (Bisnis): Tingkat kepatuhan pemerintah daerah menyampaikan perda ke pusat semakin turun, kini sekitar 85% perda tentang pajak dan retribusi daerah tidak dilaporkan ke pemerintah pusat, ujar satu pejabat.
Tjip Ismail, direktur Pendapatan Daerah, Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah Depkeu, menyatakan sikap pemerintah daerah yang enggan menyampaikan perda tersebut bertentangan dengan UU UU No. 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Berdasarkan data Ditjen PKPD per Juli 2003, tingkat kepatuhan pemerintah provinsi dalam menyampaikan perda mencapai 60% dan kabupaten/kota 26,2%. Namun berdasarkan data April 2004, tingkat kepatuhan tersebut turun menjadi 15,3% untuk pemerintah provinsi dan 15,4 untuk kota/kabupaten.
?Mungkin ada baiknya jika penyaluran dana perimbangan, yaitu dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, dikaitkan dengan tingkat kepatuhan tersebut sehingga mereka bisa lebih tertib menyampaikan perda ke pusat,? kata Tjip Ismail kepada Bisnis akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan berdasarkan UU No. 34/2000 yang merupakan revisi atas UU No. 18/1997, pemerintah provinsi diberikan hak mengenakan 4 macam pajak daerah dan 15 macam retribusi. Dengan 32 provinsi yang ada saat ini, seharusnya paling sedikit ada 128 perda pajak dan 480 perda retribusi yang dilaporkan ke pusat.
?Faktanya, hingga April 2004, jumlah perda pajak provinsi yang dilaporkan hanya 41 dan perda retribusi hanya 52 buah,? jelasnya.
Demikian pula dengan perda kabupaten atau
Dia yakin jumlah perda yang dibuat pemerintah daerah jauh lebih banyak dari ketentuan yang diatur dalam UU. Namun, kata dia, pemerintah pusat tidak bisa berbuat apa-apa karena daerah menganggap perda bisa langsung sah tanpa pertimbangan pusat.
UU No. 34/2000 tidak mengatur sanksi bagi daerah yang tidak menyampaikan perda ke pemerintah pusat. Dalam UU itu hanya disebutkan dalam waktu 15 hari sejak perda ditetapkan maka pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota wajib mengirimkan ke pusat dan Mendagri akan memberikan pertimbangan dalam waktu satu bulan. Jika tidak ada penolakan dari pemerintah pusat, maka perda tersebut otomatis berlaku. (par)
?Masalahnya, pusat sering tidak tahu ada tidak perda tersebut karena memang tidak dikirimkan,? ujar Tjip, yang mantan pejabat pajak itu.
Ketentaun ini sedikit berbeda dengan UU induknya yang mengatur batas waktu selama enam bulan. Jika dalam waktu enam bulan pemerintah pusat tidak memberikan penolakan maka perda tersebut otomatis berlaku.
Dalam ketentuan yang lama, perda hanya bisa diberlakukan setelah mendapat pengesahan dari pemerintah pusat. Jika dalam waktu satu tahun tidak ada penjelasan dari pusat, berarti perda tersebut dinyatakan tidak berlaku.
?UU pajak dan retribusi daerah memang mempunyai semangat otonomi yang sangat besar. Akibatnya, daerah cenderung menganggap sepi kewenangan pusat untuk menilai sah tidaknya perda tersebut,? katanya.
sumber: