’Otda munculkan ketimpangan antar daerah’
Robert A. Simanjuntak, ekonom LPEM-FEUI, mengatakan empat tahun pelaksanaan kebijakan otonomi daerah (otda) masih belum menunjukkan hasil optimal bahkan cenderung diwarnai dengan penurunan pendapatan asli daerah (PAD) dan ketergantungan pada transfer dari
"Peran PAD relatif kecil yang menunjukkan ketimpangan vertikal dengan pemerintah pusat artinya kemandirian daerah juga bisa dipertanyakan karena ketergantungan pada transfer makin tinggi," katanya kemarin.
Pada awal pelaksanaan otonomi daerah, katanya, porsi penerimaan daerah terhadap total penerimaan pusat dan daerah mencapai 4,7%, sementara pada 2002 turun menjadi 2,9%, namun porsi belanja daerah dibandingkan dengan belanja nasional naik dari 17,1% menjadi 31%.
Robert mengatakan penurunan PAD itu mendorong daerah makin kreatif menelurkan peraturan yang cenderung distortif dan tuntutan mendapatkan manfaat langsung seperti saham BUMN.
Menurut dia, penguatan PAD mesti dilakukan melalui alokasi sumber penerimaan yang dapat dikontrol seperti pajak daerah, retribusi daerah, serta meningkatkan akuntabilitas dan tanggung jawab kepada masyarakat.
"Langkah itu a.l. peningkatan otonomi perpajakan, basis perpajakan, dan perbaikan administrasi perpajakan," katanya.
Dia memberi contoh, PBB secara teoritis cocok untuk didaerahkan, namun mesti diakui bisa berdampak negatif bagi beberapa daerah berupa penurunan penerimaan dari sumber ini jika dikelola sendiri.
Robert melanjutkan alternatif yang lain adalah penerapan piggyback PPh perseorangan-penetapan jatah prosentase tertentu bagi daerah-yang bisa dijadikan sebagai alat untuk menarik investasi.
sumber: