8 Produsen batu bara tunggak Rp1,55 triliun

8 Produsen batu bara tunggak Rp1,55 triliun

Pertambangan Kamis, 14/07/2005

JAKARTA (Bisnis): Pemerintah meminta delapan perusahaan produsen batu bara menyelesaikan tunggakan dana hasil produksi batu bara (DHPB) yang mencapai nilai total sekitar Rp1,55 triliun pada tahun ini.

Hingga saat ini, empat perusahaan diketahui telah mencicil setoran tunggakan itu dengan total nilai pembayaran US$8,33 juta dan Rp2,17 miliar.

Simon Felix Sembiring, Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, menjelaskan tunggakan DHPB yang belum dibayarkan itu merupakan kewajiban setoran sejak tertunda 2001-2004.

"Dari evaluasi penyetoran oleh perusahaan batu bara, sampai Juni 2005 ada DHPB yang belum dibayarkan delapan perusahaan ke kas negara, sekitar US$118,58 juta dan Rp45,16 miliar [atau total Rp1,55 triliun dengan kurs Rp9.300 per US$1]," ujarnya di Jakarta kemarin.

Sejumlah perusahaan itu adalah PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bahari Cakrawala Sebuku (BCS), PT Multi Harapan Utama (MHU), PT Tanito Harum, PT Allied Indo Coal (AIC), PT Antang Gunung Meratus (AGM), dan PD Baramarta.

Pembayaran kewajiban itu sendiri diketahui juga diatur oleh Ditjen GSDM dengan minimal cicilan 50% dari nominal tunggakan yang terhitung hingga tahun 2004 harus disetor bulan ini.

Sedangkan, setoran DHPB untuk tahun ini ditetapkan tidak boleh ada tunggakan pembayaran lagi pada jatuh temponya awal tahun depan.

"Tunggakan dari 2001-2004 harus dibayar 50% Juli ini. Lalu untuk setoran 2005 diputuskan tidak boleh ada tunggakan lagi," tegas Simon.

Dia menyebutkan dengan peraturan itu, empat perusahaan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara) telah mencicil sebagian tunggakannya, yaitu KPC, MHU, AIC, dan PD Baramarta.

Terhitung hingga 12 Juli, jumlah DHPB yang telah disetorkan mencapai US$ 8,33 juta dan Rp 2,17 miliar. "Tunggakan KPC US$ 48,02 juta itu dihitung dari Oktober-Desember sampai Maret 2005. Dia sudah bayar US$ 6,33 juta."

Selain KPC, Dirjen menambahkan MHU juga telah mencicil US$ 2 juta dari tunggakannya sebesar US$ 3,02 juta. Sedangkan PT AIC menyetorkan Rp723,75 juta dan PD Baramarta membukukan Rp 1,44 miliar.

DHPB itu sendiri merupakan bagian pemerintah atas produksi batu bara perusahaan yang harus disetorkan ke kas negara dengan perhitungan 13,5% dari total produksi. Setoran DHPB itu juga termasuk 5%-7% persentase royalti yang harus dibayar perusahaan.

Sesuai kontraknya, perusahaan harus menyetorkan batu bara bagian pemerintah atau DHPB itu dalam bentuk tunai pada kuartal pertama setiap tahun.

Beri waktu 

Terkait pembayaran tunggakan MHU, Simon mengakui pihaknya memang memutuskan untuk membatalkan upaya terminasi kepada perusahaan itu.

Sebelumnya, kontrak perusahaan batu bara berkapasitas produksi sekitar 1,5 juta ton per tahun ini diancam segera dicabut jika akhir pekan lalu tidak memberikan penjelasan terkait kinerjanya kepada pemerintah.

"Kami beri dia kesempatan kedua karena dia sudah mau mencicil utangnya. Memang kemarin kami sudah akan terminasi tambangnya kalau tidak mau bisa memberikan penjelasan," paparnya.

Menanggapi sanksi yang bakal dikenakan jika perusahaan itu tidak dapat melunasi utangnya, Simon menegaskan hal ini akan diserahkan secara langsung kepada Depkeu agar diselesaikan sesuai ketentuan yang berlaku. (06)

 

 

sumber: