32 Ribu Ton Bara Adaro Tertahan

 

Tanjung, BPost 27 Februari 2004
Sekitar 32.000 ton lebih batubara milik PT Adaro Indonesia tertahan, menyusul diblokirnya jalan angkutan batubara menuju Pelabuhan Klanis Kalimantan Tengah, oleh puluhan warga Desa Tamiang dan Pulau Ku’u Kecamatan Tanta di Desa Wara Kilometer 65.

Penutupan jalan Kamis (26/2) oleh warga dua desa tersebut masih rangkaian dari aksi demo sehari sebelumnya. Warga menuntut PT Adaro membayar ganti rugi atas lahan persawahan mereka yang tercemar, dengan besarnya ganti rugi sebesar Rp2 juta per kepala keluarga (KK).

Sementara hasil perundingan Rabu (25/2) dengan menghadirkan unsur Muspida serta pimpinan daerah, Adaro hanya menyanggupi memberi semacam bantuan ke masing-masing desa sebesar Rp75 juta. Karena tidak mau menerima hasil perundingan, warga Desa Tamiang dan Pulau Ku’u tetap melanjutkan aksinya.

Menurut Ismail dari bagian humas PT Adaro, pihaknya sudah berusaha memenuhi tuntutan warga berupa uang tali asih dan bantuan sebesar Rp75 juga per desa. Karena belum ada kesepakatan dengan masyarakat yang berunjuk rasa, maka perundingan ketiga akan dilakukan Rabu mendatang. "Sampai hari ini memang sudah dua hari aktivitas angkutan batubara ke Pelabuhan Klanis tertunda. Padahal dalam satu hari biasanya 16.000 ton batubara yang kita angkut ke sana," jelas Ismail, Kamis (26/2).

Dikhawatirkan, jika hingga satu minggu jalan angkutan batubara tetap diblokir, pemasaran bara PT Adaro akan terganggu. "Saat ini, pemblokiran belum mengganggu proses pemasaranan. Pasalnya stok batubara di Pelabuhan Klanis masih mencukupi. Kecuali jika pemblokiran jalan angkutan sampai satu minggu lebih maka stok batubara di Klanis akan kosong."

"Stok kita di Klanis masih banyak artinya belum mengganggu kegiatan pemasaran ke luar. Kecuali jika batubara tidak terangkut atau tertahan sampai satu minggu mungkin cukup mengkhawatirkan," kata Ismail lagi.

Walau warga di Desa Tamiyang dan Pulau Ku’u menggelar demo, namun ada juga yang malah menyayangkan sikap tersebut. Pardi misalnya, seorang warga Tanta, mengaku sangat menyayangkan sikap pengunjuk rasa yang ngotot dengan keinginannya.

Sebagai masyarakat Tabalong ujar dia, semestinya punya rasa memiliki termasuk dengan menciptakan rasa aman bagi investor khususnya PT Adaro. "Terlalu sering demo di jalan Adaro lama kelamaan akan menimbulkan rasa tidak aman bagi investor kita. Buntutnya kita semua yang rugi terutama ribuan karyawan yang piring nasinya dari PT Adaro," tandasnya.

Saat ini saja sudah tercatat 6.000 lebih tenaga kerja yang mengabdi di PT Adaro Group dan 60 persennya merupakan putra daerah (Kelahiran Kalimantan). Selain persoalan ganti rugi tanah, perusahaan terbesar batubara ini juga kerap ‘diserbu’ warga lokal sekitar tambang, berkaitan dengan persoalan tenaga kerja alias minta pekerjaan.

sumber: