3 Tahun otda dapat rapor merah

Bisnis, 12 Januari 2004

 

JAKARTA (Bisnis): Penerapan otonomi daerah dalam tiga tahun terakhir dan terutama sepanjang 2003 mendapat rapor merah, sementara KPPOD hari ini akan mengumumkan peringkat investasi daerah.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) P. Agung Pambudhi menegaskan kesalahan fatal yang menghambat pelaksanaan otda adalah adanya semangat kekuasaan yang lebih menonjol dibandingkan pelayanan.

"Stakeholders otda, yaitu pemerintah pusat dan pemda, ternyata lebih menonjolkan semangat kekuasaan daripada semangat pelayanan," tegasnya kepada Bisnis, kemarin.

Agung mengungkapkan merahnya rapor implementasi otda didasarkan pada indikator masih adanya perbenturan peraturan perundang-undangan menyangkut implementasi otda, baik UU, PP maupun keppres.

Berkaitan dengan masalah perbenturan UU, Agung menilai hal itu dapat dimaklumi mengingat implementasi otda sedang mengalami proses transisi.

"Yang fatal adalah, semangat kekuasaan ternyata lebih mendominasi implementasi otda dibandingkan meningkatkan pelayanan terhadap publik," tegas dia.

Di sisi lain, sambung dia, dalam pelayanan publik, belum ada keseragaman perbaikan terhadap pelayanan umum. "Belum lagi masalah demokratisasi menyangkut jual beli jabatan, pemilihan kepala daerah [pilkada] maupun soal laporan pertanggungjawaban [LPJ]."

Meskipun begitu, dia mengakui adanya perubahan positif yang terjadi, seperti pemberian pelayanan satu atap dalam lingkup dunia usaha di beberapa daerah.

Beberapa waktu lalu, Deplu juga sempat menyoroti aktivitas pemerintah daerah dalam rangka otda, yang kerap tidak sinkron dengan kebijakan di tingkat pusat.

Bahkan Menlu Hassan Wirajuda menegaskan perlunya daerah menjaga ritme yang selaras dengan kebijakan pusat terutama dalam menjalin hubungan luar negeri.

Penegasan ini dikemukakan sejalan dengan meningkatnya gairah daerah dalam melakukan hubungan luar negeri.

"Kebutuhan meningkatkan koordinasi pusat dan daerah semakin terasa dengan berlakunya otonomi daerah," ujarnya.

Deplu sendiri, kata Hassan, telah meluncurkan buku bertajuk Panduan Umum Tata Cara Melakukan Hubungan Luar Negeri oleh Pemda agar terdapat konsistensi kebijakan antara pusat dan daerah.

Peringkat daerah

Di bagian lain, Agung juga mengemukakan rencana KPPOD menyampaikan hasil rating investasi periode 2003 yang dilakukan lembaga itu, dan akan diumumkan hari ini.

Dia mengungkapkan, berdasarkan pemeringkatan tersebut, perbaikan iklim investasi sepanjang 2003 belum mengalami perubahan yang signifikan.

Rating investasi daerah-daerah di Indonesia yang dilakukan KPPOD untuk periode 2003 meliputi 29 propinsi dan 200 kabupaten/kota, yang terbagi atas 156 kabupaten dan 44 kota.

Pada tahun sebelumnya (2002), rating meliputi 134 kabupaten/ kota, sementara 2001 menyangkut 90 kabupaten/kota.

Sedangkan untuk penilaiannya, Agung menyebutkan ada 42 indikator yang kemudian dibagi menjadi 14 variabel. Variabel tersebut, untuk selanjutnya dipersempit menjadi lima faktor yang paling menentukan daya tarik investasi suatu daerah.

Faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelaku usaha dalam menentukan daya tarik investasi adalah kelembagaan, sosial politik, termasuk keamanan dan budaya, perekonomian daerah, ketenagakerjaan dan produktivitas serta infrastruktur fisik.

Hasil rating KPPOD pada periode 2002-survai kedua-mendudukkan Kota Semarang sebagai urutan pertama dalam daya tarik investasi dari 134 daerah (97 kabupaten dan 37 kota di 26 provinsi) yang disurvai.

Sedangkan pada survai yang pertama 2001, Bali tercatat sebagai daerah yang memiliki daya tarik investasi terbaik di Indonesia.

Dari 10 kabupaten/kota yang masuk dalam peringkat 10 besar, menurut survai itu, empat di antaranya berada di Bali

sumber: