248 Kecamatan di Jawa Rawan Longsor

248 Kecamatan di Jawa Rawan Longsor

Suara Pembaruan, 9 Januari 2006

 

JAKARTA - Sebanyak 248 Kecamatan di 58 Kabupaten di pulau Jawa rawan longsor pada Januari 2006, demikian Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melalui siaran persnya Jumat (6/1).

Wilayah rawan longsor itu tersebar di lima provinsi. Kelima provinsi itu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Zona kerentanan terjadinya longsor di lima provinsi itu berada di kisaran menengah, menengah-tinggi, dan tinggi.

Daerah yang berada dalam zona kerentanan tinggi di Jawa Tengah di antaranya Kecamatan Selo (Boyolali), Kecamatan Bener dan Bruno di Kabupaten Purworejo, Kecamatan Sirampok dan Salem di Brebes.

Di daerah Jawa Timur, zona kerentanan tinggi di antaranya ada di Tegal Ombo, Bandar, dan Ngadirejo, yang termasuk dalam wilayah Pacitan dan di Kecamatan Wule (Trenggalek).

Kepala PVMBG Departemen ESDM Yousana OP Siagian, di kantornya Jalan Diponegoro Bandung, mengatakan, Tim PVBMG sudah menyampaikan surat peringatan dini tentang potensi kejadian gerakan tanah itu ke seluruh Indonesia pada akhir Oktober 2005.

Sosialisasi

Tim ini menyosialisasikan kepada masyarakat, dan terutama, aparat pemerintah daerah tentang tata cara penanganan dan mitigasi bencana gerakan tanah. Sosialisasi itu sangat penting karena tidak seorang pun bisa menduga datangnya longsor.

Ia juga mengingatkan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu daerah rawan bencana, seharusnya semakin meningkatkan kewaspadaannya. Apalagi, PVMBG sudah memberi sinyal ada 12 kabupaten di Jawa Barat yang rawan bencana alam, dengan kondisi hujan seperti sekarang.

Dua belas kabupaten di Jawa Barat dengan kerentanan tanah yang tinggi itu adalah Kabupaten Sumedang, Kuningan, Majalengka, Subang, Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Bandung, Cianjur, Bogor, Purwakarta, dan Kabupaten Sukabumi.

PVMBG sudah memberikan peringatan dini kepada bupati maupun wali kota di daerah-daerah tersebut. Sinyal tersebut berbentuk peta daerah rawan bencana, pedoman, dan saran-saran untuk daerah berbahaya.

Pemerintah daerah diharapkan membuat pemetaan lebih detail untuk disosialisaikan kepada masyarakat, untuk mengantisipasi risiko-risiko gerakan tanah sedini mungkin.

Peta

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Aburizal Bakrie, berkaitan dengan hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang membahas tentang deteksi dini bencana di Jakarta, Jumat (6/1), mengemukakan wilayah Indonesia sangat rentan terhadap pergerakan tanah.

Diperlukan peta rawan bencana yang tidak hanya mencakup kecamatan, untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi ancaman bencana alam dan menekan kerugian sekecil mungkin.

Selain itu, penanganan bencana juga memerlukan koordinasi antara instansi dan pemerintah daerah terkait.

"Sudah ada map (peta rawan bencana, Red) seperti ke Jember dan Banjarnegara pada Oktober 2005, tetapi baru pada tingkat kecamatan, belum ke desa-desa," katanya, dalam rapat yang dihadiri Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Sri Woro B Hardjono, Kepala Badan Geologi Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Dwiyanto, dan Kepala PVMBG Departemen ESDM Yousana OP Siagian.

Sri Woro mengatakan, rapat koordinasi itu membahas kerja sama antarinstansi guna menghasilkan informasi lebih akurat dan cepat.

Ia mencontohkan, perpaduan Departemen Pekerjaan Umum (PU) sebagai pembuat peta prakiraan rawan banjir, BMG yang memberikan prospek curah hujan ke depan, dan Departemen ESDM yang menyumbangkan peta identifikasi daerah rawan longsor, diyakini dapat memberikan informasi daerah rawan bencana yang lebih akurat. Informasi itu kemudian dapat disebarkan secara cepat melalui Departemen Komunikasi dan Informasi.

Bambang mengemukakan, setiap menjelang musim hujan, institusinya memberikan informasi kepada seluruh pemda tentang peta rawan longsor di daerahnya. Yousana menambahkan, pembuatan peta itu, mencakup kondisi geologis (jenis dan sifat batuan), kemiringan lereng, sifat mekanika tanah/batuan, tata guna lahan, keairan, kerapatan kejadian gerakan tanah (yang pernah terjadi), sesar, kegempaan, dan sifat hujan rata-rata tahunan.

Zona Kerentanan

Peta yang juga disebut sebagai Peta Kerentanan Gerakan Tanah itu dikelompokkan dalam empat zona kerentanan gerakan tanah, yaitu sangat rendah, rendah, menengah, dan tinggi. Zona yang termasuk bahaya dimulai dari zona kerentanan gerakan tanah menengah dan tinggi.

Pada zona menengah, gerakan tanah dapat terjadi terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, tebing, jalan, atau jika lereng mengalami gangguan. Pada zona itu, curah hujan yang tinggi dapat memicu gerakan tanah yang pernah terjadi sebelumnya aktif kembali.

Zona gerakan tanah tinggi merupakan wilayah yang sering terjadi pergerakan tanah. Gerakan tanah lama maupun yang baru muncul dapat terjadi bersamaan ketika curah hujan tinggi dan erosi kuat.

"Pemetaan itu sudah 100 persen di Pulau Jawa, tetapi daerah lain seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi masih kurang," katanya.

Semua usaha tersebut memang akan sia-sia jika penduduk atau masyarakat tetap memilih tinggal di daerah yang rawan bencana. Kasubdit Mitigasi Bencana Geologi PVMBG Dr Surono dalam suatu kesempatan mengibaratkannya dalam istilah ada gula ada semut.

"Daerah yang rawan bencana itu biasanya di alur lembah, yang banyak banyak air, lerengnya terjal, tanahnya subur, pemandangan bagus, pokoknya membuat orang kerasan tinggal di situ. Tapi, risikonya juga tinggi," katanya.

sumber: