MEMAHAMI ASPEK KRITIS JASA PERTAMBANGAN

Dalam praktiknya saat ini berbagai jenis kegiatan dalam bidang usaha pertambangan telah diberikan kepada pihak ketiga sebagai jasa pertambangan. Mencakup kegiatan usaha pertambangan mulai dari hulu hingga hilir, bahkan ada yang berpendapat bahwa pada beberapa perusahaan pertambangan seluruh kegiatan tersebut telah di berikan kepada usaha jasa pertambangan, yang diistilahkan sebagian pihak sebagai subkontraktor. Terlepas dari situasi pertambangan saat ini yang relatif sedang berada pada titik nadir, patut dicermati bahwa permohonan terhadap perizinan usaha jasa pertambangan terus mengalir. Apa yang sedang terjadi? Situasi ini sangat menarik untuk dikaji lebih jauh, namun ada baiknya pada kesempatan selanjutnya. 

Terkait dengan jasa pertambangan, pada berbagai kesempatan terdapat beberapa pertanyaan klasik yang sering diajukan oleh berbagai pihak baik di dalam maupun di sela-sela diskusi dan perbincangan hangat tentang usaha pertambangan dan usaha jasa pertambangan, seperti untuk bergerak dibidang jasa pertambangan jenis perizinan seperti apa yang harus dimiliki? kemana mengurusnya?, atau berapa lama prosesnya?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak hanya dari kalangan eksternal saja namun dari kalangan internal Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara pun relatif serupa. 

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara cq. Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara dalam rangka menyebarluaskan penjelasan tentang penyelenggaraan usaha jasa pertambangan mineral dan batubara setiap tahun. Namun melihat dan belajar dari dinamika yang terjadi saat ini ternyata masih saja terjadi perbedaan persepsi dan kesalahpahaman terkait usaha jasa pertambangan. 

Sebagai bagian dari upaya untuk mempersempit kesenjangan tersebut di atas dan meningkatkan pengetahuan para pemangku kepentingan terhadap jasa pertambangan, serta tentunya secara tidak langsung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, tulisan ini dibuat. 

Pada dasarnya untuk bergerak di dibidang usaha jasa pertambangan, menurut hemat kami setidaknya terdapat dua aspek kritis yang perlu diketahui terlebih dahulu tentang penyelenggaraan usaha jasa pertambangan mineral dan batubara, yaitu landasan hukum dan teknis pelaksanaannya. 

Landasan Hukum 

Usaha Jasa Pertambangan diatur dalam Pasal 124 s/d Pasal 127 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Terdapat empat hal pokok yang diatur dalam pasal-pasal tersebut yaitu: 
  1. Pengutamaan dalam Penggunaan Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal dan/atau Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional;
  2. Jenis dan bidang usaha jasa pertambangan;
  3. Klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa pertambangan; dan
  4. Penggunaan anak perusahaan dan/atau afiliasi. 
Untuk pengaturan lebih lanjut terhadap empat hal pokok tersebut di atas, sesuai dengan amanat UU Nomor 4 Tahun 2009, telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara. Selanjutnya dalam pengaturan dan penerapannya, telah ada beberapa penyesuaian yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara. 

Teknis Pelaksanaan 

Pengusahaan Jasa Pertambangan dikelompokkan atas Usaha Jasa Pertambangan(1) dan Usaha Jasa Pertambangan Non Inti(2). Badan usaha yang akan melaksanakan kegiatan di bidang Usaha Jasa Pertambangan, di dalam aktanya harus mencantumkan bahwa yang bersangkutan bergerak di Bidang Usaha Jasa Pertambangan. 

1.  Usaha Jasa Pertambangan 
Jenis Usaha Jasa Pertambangan meliputi: 
  • Konsultasi, perencanaan, pelaksanaan dan pengujian peralatan di bidang penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi pertambangan, pengangkutan, lingkungan pertambangan, pascatambang dan reklamasi, dan/atau keselamatan dan kesehatan kerja. 
  • Konsultasi, perencanaan, dan pengujian peralatan di bidang penambangan, atau pengolahan dan pemurnian. 
Bidang usaha jasa pertambangan terdiri atas subbidang-subbidang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I A Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun 2012. 
2.  Usaha Jasa Pertambangan Non Inti 
Bidang-bidang usaha jasa pertambangan non inti antara lain jasa pengamanan, konstruksi elektrik, pemasok suku cadang, penyewaan peralatan pertambangan, laboratorium uji, konsultasi manajemen, jasa pelatihan, dan lain sebagainya. Untuk selengkapnya bidang-bidang usaha jasa pertambangan non inti sebagaimana tercantum dalam Lampiran I B Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun 2012. 

Tabel 1 Pengelompokan Jasa Pertambangan 


Pelaku Usaha Jasa Pertambangan dan/atau Usaha Jasa Pertambangan Non Inti dapat melakukan kegiatannya setelah masing-masing mendapatkan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dan/atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (catatan: sesuai dengan ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah).

IUJP dan/atau SKT diberikan oleh Menteri kepada Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional(3) dan Perusahaan Jasa Pertambangan Lain(4). Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional meliputi Badan Usaha Milik Negara, badan usaha swasta berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dan orang perseorangan. 

IUJP dan/atau SKT diberikan oleh gubernur kepada Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal(5) yang meliputi Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta berbentuk Perseroan Terbatas (PT), koperasi, perusahaan komanditer, perusahaan firma, dan orang perseorangan yang beroperasi terbatas di wilayah provinsi yang bersangkutan. 

Tabel 2 Kewenangan Pemberian IUJP dan SKT 



Sesuai dengan ketentuan IUJP dan SKT yang diterbitkan oleh Menteri berlaku untuk melakukan kegiatan Usaha Jasa Pertambangan dan Usaha Jasa Pertambangan Non Inti diseluruh wilayah Indonesia. Berbeda dengan IUJP dan SKT yang diterbitkan oleh Menteri, IUJP dan SKT yang diterbitkan oleh gubernur berlaku hanya untuk melakukan kegiatan Usaha Jasa Pertambangan dan Usaha Jasa Pertambangan Non Inti dalam wilayah provinsi yang bersangkutan. 

Badan usaha yang telah melaksanakan kegiatan di bidang Usaha Jasa Pertambangan dapat juga melaksanakan kegiatan di bidang Usaha Jasa Pertambangan Non Inti. Begitu pun sebaliknya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain badan usaha yang telah memiliki IUJP dapat juga memiliki SKT. Permohonan IUJP diajukan secara tertulis kepada Menteri cq. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara(6)atau gubernur sesuai dengan kewenangannya berdasarkan format dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II A, Lampiran II B, Lampiran II C, dan Lampiran II D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun 2012. 

Untuk permohonan SKT juga diajukan secara tertulis kepada Menteri cq. Direktur Jenderal Mineral(7)dan Batubara atau gubernur sesuai dengan kewenangannya berdasarkan format dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A, Lampiran III B, Lampiran III C, dan Lampiran III D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun 2012. Sebagai catatan bahwa Peraturan Menteri tersebut dapat di download melalui www2.esdm.go.id, dan permohonan IUJP dan SKT agar diajukan melalui dokumen permohonan yang terpisah. 

Tabel 3 Dokumen Permohonan IUJP dan SKT yang Dilampirkan 

 

Dalam hal permohonan IUJP dan/atau SKT telah lengkap dan benar Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi sebelum memberikan persetujuan atau penolakan IUJP atau SKT. Saat ini hasil evaluasi permohonan langsung disampaikan kepada dan dapat diakses oleh pemohon melalui e-tracking di www2.minerba.esdm.go.id. Proses pemberian persetujuan atau penolakan IUJP atau SKT ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empatbelas) hari kerja, terhitung sejak permohonan dan persyaratan diterima dengan lengkap dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila berdasarkan hasil evaluasi ternyata diperlukan klarifikasi labih lanjut, khusus untuk permohonan Usaha Jasa Pertambangan dengan klasifikasi Pelaksana dan Penguji peralatan dapat dilakukan verifikasi. 


Gambar 1 Diagram Alir Proses Evaluasi IUJP/SKT 
IUJP dan SKT yang telah ditetapkan serta persyaratan pengambilannya dapat dilihat dalam pengumuman di website tersebut di atas. Pemohon atau pihak yang ditugaskan oleh pemohon dapat mengambil produk IUJP dan/atau SKT tersebut dengan membawa persyaratan sebagaimana dimaksud. Demikian uraian singkat seputar usaha jasa pertambangan. Pada prinsipnya apabila dua aspek kritis tersebut di atas, landasan hukum dan teknis pelaksanaannya, dapat dipahami oleh para pemangku kepentingan maka pertanyaan-pertanyaan serupa yang sering muncul sebagaimana dikemukakan pada awal tulisan ini menurut hemat kami tidak perlu terulang lagi sebab penerapannya sangat sederhana dan praktis. Akhirnya ibarat pepatah “Tiada Gading yang Tak Retak”. Semoga bermanfaat.

PENULIS 
Supriyanto, ST, MT 
196303161996 03 1001 
Kasubdit Standardisasi dan Usaha Jasa

Keterangan:
  1.  Usaha Jasa Pertambangan adalah usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha pertambangan.
  2. Usaha Jasa Pertambangan Non Inti adalah usaha jasa selain Usaha Jasa Pertambangan yang memberikan pelayanan jasa dalam mendukung kegiatan usaha pertambangan.
  3. Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional adalah perusahaan yang didirikan dan berbadan hukum Indonesia yang seluruh modalnya berasal dari dalam negeri dan beroperasi di wilayah Republik Indonesia atau di luar wilayah Republik Indonesia.
  4. Perusahaan Jasa Pertambangan Lain adalah perusahaan jasa yang didirikan di Indonesia atau berbadan hukum Indonesia yang sebagian modalnya dimiliki oleh pihak asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal adalah perusahaan jasa yang berbadan hukum Indonesia atau bukan berbadan hukum, yang didirikan di kabupaten/kota atau provinsi, yang seluruh modalnya berasal dari dalam negeri dan sebagian besar berasal dari kabupaten/kota atau provinsi setempat, serta beroperasi dalam wilayah kabupaten/kota atau provinsi yang bersangkutan.
  6. Pada saat ini proses pendelegasian wewenang Menteri ESDM dalam pemberian izin kepada Kepala BKPM sedang dalam pembahasan.

sumber: https://www.minerba.esdm.go.id